"Saya melakukan video call dengan ibu saya setiap hari dan berkumpul dengan teman-teman saya. Di sini, kami lebih banyak melakukan balet klasik. Itu harus tepat, seperti memiliki lengan yang benar,” ujarnya.
Anthony tumbuh di komunitas yang tidak memiliki sekolah tari, apalagi sekolah balet klasik. Tanpa kesempatan mengikuti pelatihan formal, ia belajar sendiri dengan menonton video dan meniru gerakan-gerakan yang membuatnya terpesona.
Itu adalah hobi yang mengejutkan keluarganya.
"Saat dia berumur lima tahun, saya melihatnya menari. Saya berpikir: 'Ada apa denganmu?,” terang Ifeoma Madu, ibu Anthony, yang masih tinggal di Lagos, kepada BBC.
“Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa jenis tarian ini bukan untuk anak laki-laki. Tapi itu adalah hal yang dia sukai, jadi saya biarkan dia melakukannya,” lanjutnya.
Ketika minat Anthony berkembang, keluarganya pindah ke lingkungan lain di kota sehingga dia dapat menghadiri Akademi Tari Leap Lagos.
“Pada hari video itu menjadi viral, saya tidak bermaksud untuk masuk kelas pada hari itu. Saya hanya menari dan kemudian guru tari saya memutuskan untuk merekamnya, ” kenang Anthony.
"Saat saya datang untuk latihan keesokan harinya, dia memberi tahu saya bahwa video tersebut telah ditonton lebih dari ribuan kali,” ungkapnya.
Namun sebagian besar calon penari balet di Afrika tidak memiliki keberuntungan atau peluang seperti Anthony.
Mike Wamaya, seorang guru balet di Kibera - pemukiman informal perkotaan terbesar di Afrika - di ibu kota Kenya, Nairobi, terkesan dengan cerita Anthony.
“Sangat jarang melihat anak-anak muda mendapat beasiswa dari Afrika untuk pergi menari di luar,” kata pria berusia 48 tahun, yang memiliki lebih dari 250 anak yang mengikuti kelasnya, kepada BBC.