Menanggapi pengunduran dirinya, salah satu pemimpin Partai Hijau James Shaw mengatakan bahwa Ghahraman telah menjadi sasaran ancaman kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan ancaman pembunuhan yang terus menerus sejak hari ia terpilih menjadi anggota Parlemen.
“Hal ini menambah tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan yang dialami sebagian besar anggota parlemen,” katanya.
“Ada penyelidikan polisi terhadap ancaman-ancaman tersebut hampir selama dia menjadi anggota parlemen, dan tentu saja jika Anda hidup dengan tingkat ancaman seperti itu dalam situasi yang sudah cukup menegangkan maka akan ada konsekuensinya,” ungkapnya.
Ghahraman telah berbicara di masa lalu tentang pelecehan yang dia terima baik secara online dan secara langsung berdasarkan warisan Iran, gendernya dan sikap publik yang dia ambil terhadap berbagai masalah.
“Pada akhirnya beberapa ancaman online yang saya hadapi sampai pada titik di mana saya harus membawa alarm keamanan dan pengawalan keamanan bolak-balik dari Parlemen,” katanya kepada stasiun televisi nasional TVNZ pada 2021.
Pada 2017, Ghahraman diberi pengawalan setelah mendapat ancaman dari kelompok supremasi kulit putih.
Baru-baru ini, dia dikritik karena ikut serta dalam protes pro-Palestina dan kritis terhadap tindakan militer Israel dalam perang melawan Hamas di Gaza dalam perannya sebagai juru bicara urusan luar negeri dan hak asasi manusia Partai Hijau.
Rekan ketua Partai Hijau, Marama Davidson, mengatakan bahwa memang benar bahwa Ghahraman telah mengundurkan diri, namun jelas bahwa dia berada dalam kesulitan dan akan terus menerima dukungan mereka.
“Kami telah melihat perbincangan selama beberapa tahun terakhir, terutama mengenai perlakuan khusus terhadap perempuan yang memiliki profil publik, dan sebagai tambahan, perlakuan khusus terhadap perempuan kulit berwarna yang memiliki profil publik,” terangnya.
(Susi Susanti)