Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dandhy Dwi Laksono dan 3 Ahli Hukum Bintang Film Dirty Vote Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Riyan Rizki Roshali , Jurnalis-Selasa, 13 Februari 2024 |14:42 WIB
Dandhy Dwi Laksono dan 3 Ahli Hukum Bintang Film Dirty Vote Dilaporkan ke Bareskrim Polri
Dandhy Dwi Laksono, sutradara film Dirty Vote (Youtube)
A
A
A

JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) melaporkan sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono ke Bareskrim Polri dengan tuduhan membuat gadung di masa tenang Pemilu 2024 dan menyudutkan pasangan Prabowo-Gibran.

Selain Dandhy Laksono, 3 ahli hukum tata negara yang jadi bintang dalam film Dirty Vote yang mengungkap skenario kecurangan Pilpres 2024 juga dilaporkan. Mereka adalah Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, dan Bivitri Susantri.

Ketua Umum Foksi, M Natsir Sahib menuding bahwa film dokumenter ‘Dirty Vote’ telah membuat kegaduhan di masa tenang pemilu dan menyudutkan salah satu pasangan capres-cawapres.

"Dalam hal ini, kami berkonsultasi dengan pihak Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan dugaan pelangaran Pemilu yang dilakukan oleh 3 akademisi yakni Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, Bivitri Susantri serta Dandhy Laksono selaku Sutradara Dirty Vote,” kata Natsir kepada wartawan, Selasa (13/2/2024).

 BACA JUGA:

Natsir mempermasalahkan waktu penayangan film tersebut di masa tenang.

“Karena dengan waktu di masa tenang pemilu memunculkan sebuah film dokumenter tentang kecurangan pemilu yang bertujuan untuk membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres yang bertentangan dengan UU Pemilu yang mengatur tentang masa tenang,” ujarnya.

Ia juga menuding ada unsur politis dalam film tersebut karena ketiga ahli hukum tata negara yang tampil dalam Dirty Vote merupakan bagian dari tim reformasi hukum era Menko Polhukam Mahfud MD yang kini jadi cawapresnya Ganjar Pranowo.

'Kami menilai para akademisi tersebut telah menghancurkan tatanan demokrasi dengan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga munculnya gejolak di masyarakat dengan fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat. Ini daya rusaknya luar biasa di tengah masyarakat", tuturnya.

Oleh karena itu, ia menjelaskan seluruh pihak yang terlibat diduga melanggar Pasal 287 ayat 5 UU 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

 BACA JUGA:

"Kami minta Bareskrim Mabes Polri agar profesional dan presisi untuk mengusut dugaan pidana pelanggaran pemilu ini karena di masa tenang ini termasuk pelanggaran pemilu yang serius dan tendensius terhadap calon lainnya," pungkas dia.

Dirty Vote merupakan film dokumenter eksplanatori yang disampaikan tiga ahli hukum tata negara; Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Mereka mengulas secara terang benderang skenario kecurangan Pilpres 2024 mulai dari mengubah syarat pencalonan di Mahkamah Konstitusi agar putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa jadi cawapres.

Ilustrasi

Film tersebut resmi dirilis pada Minggu, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB dan hingga kini sudah ditonton lebih dari 13 juta kali. Kemunculan film itu langsung menyita perhatian publik dan trending di media sosial. Berbagai kalangan mengapresiasi Dirty Vote karena membuka mata publik untuk melihat realita permainan hukum dan dugaan skenario kecurangan di Pilpres 2024.

Tapi, TKN Prabowo-Gibran langsung menggelar konferensi pers begitu Dirty Vote dirilis. Mereka menuding film itu berisi fitnah.

 BACA JUGA:

"Jika Anda nonton film ini saya punya pesan sederhana, satu tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk Anda melakukan penghukuman," ungkap Zainal Arifin Mochtar mengawali film dokumenter ini, dikutip dari YouTube Dirty Vote, Minggu (11/2/2024).

Sementara itu, Bivitri Susanti mengatakan bahwa dia mau terlibat dalam film agar semakin banyak masyarakat tahu bahwa Pemilu tidak baik-baik saja.

"Saya mau terlibat dalam film ini karena banyak orang yang akan makin paham, bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga Pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," kata Bivitri.

Kemudian, Feri Amsari pun melanjutkan, film Dirty Vote akan memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan.

"Selain diajak oleh figur-figur yang saya hormati, tentu saja film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya Pemilu kita dan bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka," kata Feri.

Lebih lanjut, Bivitri meminta agar kecurangan yang terjadi tidak boleh didiamkan khususnya atas nama kelancaran Pemilu. "Kecurangan ini jangan didiamkan atas nama kelancaran Pemilu," tegasnya.

Film Dirty Vote yang berdurasi selama 1 jam 57 menit 21 detik itu memperlihatkan fakta-fakta dan data-data bagaimana kecurangan Pemilu berjalan. Dimana di akhir film, ketiga Ahli Hukum Tata Negara itu memberikan pernyataan pamungkasnya. Diawali dari Feri Amsari yang mengatakan jika semua rencana kecurangan Pemilu ini tidak didesain dalam semalam juga tidak didesain sendirian.

"Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali Pemilu ini sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama," katanya.

Kemudian, Zainal pun mengatakan jika persaingan politik dan perebutan kekuasaan yang disusun bersama-sama kini digerakkan oleh satu pihak pemegang kunci.

"Persaingan politik dan perebutan kekuasaan desain kecurangan yang sudah disusun bareng-bareng ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," tuturnya.

Selanjutnya, Bivitri mengatakan bahwa skenario kecurangan Pemilu ini telah dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara. "Tapi sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah," jelasnya.

"Karena itu untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuma dua mental culas dan tahan malu," tutupnya.

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement