JAKARTA - Raja Kertajaya, penguasa Kerajaan Kediri dari tahun 1194 hingga 1222. Sosoknya dikenal dengan sebutan Sri Maharaja Kertajaya atau Prabu Dandhang Gendis.
Dirangkum dari berbagai sumber, dalam Kitab Pararaton dan beberapa prasasti seperti Prasasti Galunggung, Prasasti Kamulan, Prasasti Palah, Prasasti Biri, dan Prasasti Lawadan, mencatat gelarnya sebagai Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
Kertajaya disebut memiliki keahlian luar biasa, bahkan dikatakan mampu duduk di ujung tombak yang berdiri tegak. Keangkuhan Raja ini mencapai puncaknya ketika ia mengklaim sebagai Tuhan yang hanya bisa dikalahkan oleh Dewa Siwa.
Ketika Raja meminta para pendeta Hindu dan Buddha untuk menyembahnya, kaum Brahmana—kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu—berdiri menentangnya.
Kaum Brahmana yang tidak setuju dengan klaim Kertajaya memilih melarikan diri ke Tumapel, mencari perlindungan pada Ken Arok, Akuwu Tumapel.
Mereka mendukung Ken Arok, yang kemudian diangkat sebagai Raja Tumapel dengan gelar Batara Guru, merujuk pada Dewa Siwa. Ken Arok memberontak dan berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Kediri, memaksa Raja Kertajaya tunduk padanya.