Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tak Ada Kegembiraan Ramadhan, Gaza Terancam Kelaparan Selama Bulan Puasa

Susi Susanti , Jurnalis-Selasa, 19 Maret 2024 |08:45 WIB
Tak Ada Kegembiraan Ramadhan, Gaza Terancam Kelaparan Selama Bulan Puasa
Tak ada kegembiraan Ramadhan, Gaza terancam kelaparan selama bulan puasa (Foto: BBC)
A
A
A

Rafeeq sudah menderita kekurangan gizi, katanya, sebelum serangan yang melukainya. “Kami tidak dapat menemukan buah apa pun untuk dimakan, tidak ada apel, tidak ada jambu biji, tidak ada daging, dan harga makanan apa pun di pasar terlalu mahal,” katanya.

Rafeef, yang kakinya patah akibat serangan itu dan terjepit, mengatakan dia telah meminta staf rumah sakit untuk memberikan buah atau sayuran apa pun untuk dia makan, tetapi mereka tidak dapat menyediakannya.

Dia mengatakan Ramadhan dulunya adalah saat yang penuh kegembiraan. Ramadahn dahulu menjadi surga dibandingkan dengan Ramadhan kali ini.

"Itu sungguh indah. Tetapi masa-masa seperti ini tidak akan kembali lagi. Orang-orang terbaik dalam hidup kita telah menghilang,” ujarnya.

Para dokter di al-Shifa telah memindahkan banyak pasien anak-anak yang kekurangan gizi ke rumah sakit Kamal Adwan di wilayah utara, karena rumah sakit tersebut memiliki fasilitas anak yang lebih baik, namun jumlah anak-anak yang meninggal di rumah sakit tersebut juga tinggi.

Dr Hussam Abu Safiya, kepala bagian pediatri di Kamal Adwan, mengatakan 21 anak meninggal di rumah sakit karena kekurangan gizi atau dehidrasi dalam empat minggu terakhir, dan saat ini terdapat 10 anak dalam kondisi akut.

“Saya merasa tidak berdaya untuk menyelamatkan anak-anak ini dan ini adalah perasaan yang berat dan memalukan,” kata Dr Safiya. “Saya memiliki perasaan yang sama terhadap staf saya, yang tidak dapat menemukan cukup makanan untuk diri mereka sendiri dan kadang-kadang tidak makan,” lanjutnya.

“Israel mengobarkan perang dengan kelaparan,” katanya.

“Dengan sengaja merampas makanan anak-anak, membunuh mereka dengan kelaparan, tidak ada hukum di dunia yang mengizinkan penjajah melakukan hal ini.”

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell juga menuduh Israel sengaja membuat warga Gaza kelaparan. “Di Gaza kami tidak lagi berada di ambang kelaparan, kami berada dalam kondisi kelaparan,” katanya pada Senin (18/3/2024).

"Ini tidak bisa diterima. Kelaparan digunakan sebagai senjata perang. Israel memicu kelaparan,” lanjutnya.

Israel membantah pihaknya sengaja membuat warga Gaza kelaparan. Mereka menyalahkan PBB, yang dikatakan telah menciptakan tantangan logistik dalam pengiriman bantuan, serta Hamas, yang menurut Israel telah mengambil alih bantuan. Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, pekan lalu membantah bahwa warga Gaza kelaparan. “Itu bukanlah informasi yang kami miliki, dan kami memantaunya dengan cermat,” katanya kepada media Politico.

Namun warga Gaza kelaparan. “Fakta-fakta sudah membuktikannya,” kata Abeer Etefa, juru bicara senior Program Pangan Dunia untuk Timur Tengah.

“1,1 juta anak di bawah IPC fase 5, itu adalah bencana kelaparan. Dan lebih dari sepertiga anak di bawah dua tahun mengalami kekurangan gizi akut. Itu berarti mereka berisiko meninggal,”” ujarnya.

Pada Jumat (15/3/2024), 200 ton bantuan makanan yang disediakan oleh badan amal World Central Kitchen tiba dengan tongkang di dermaga yang baru dibangun di lepas pantai Gaza, yang dibangun oleh badan amal tersebut dari puing-puing bangunan yang hancur. Diharapkan hal ini akan mengurangi kekurangan pangan yang parah di bagian utara dan tengah Gaza, dan memberikan bantuan selama sisa bulan Ramadhan.

Namun operasi bantuan amal tersebut telah menimbulkan tuduhan terhadap Israel bahwa mereka telah mengabaikan tanggung jawab kemanusiaannya terhadap penduduk sipil, sehingga menyerahkan tanggung jawab kepada badan amal dan negara lain untuk turun tangan mengisi kekosongan tersebut.

“Sebagai kekuatan pendudukan, negara Israel berkewajiban memenuhi kebutuhan penduduk, atau memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan,” kata Juliette Touma, direktur komunikasi badan pengungsi PBB, UNRWA. “Dan mereka tidak melakukan hal itu. Tidak cukup,” lanjutnya.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement