GAZA – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, setelah Amerika Serikat (AS) tidak memveto tindakan tersebut, yang merupakan perubahan dari posisi sebelumnya.
Mereka juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat seluruh sandera.
Ini adalah pertama kalinya dewan tersebut menyerukan gencatan senjata sejak perang dimulai pada Oktober lalu setelah beberapa upaya gagal.
Dalam pemungutan suara DK PBB yang digelar pada Senin (25/3/2024), AS abstain, sementara 14 anggota lainnya memberikan suara mendukung.
Tindakan AS ini menandakan semakin besarnya perbedaan pendapat antara Amerika dan sekutunya Israel mengenai serangan Israel di Gaza.
AS sebelumnya telah memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut adalah tindakan yang salah, sementara negosiasi yang rumit untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera terus berlanjut antara Israel dan Hamas.
Namun pada Kamis (21/3/2024) mereka mengajukan rancangannya sendiri, yang untuk pertama kalinya menyerukan gencatan senjata, yang menandai semakin kuatnya sikap mereka terhadap Israel.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan keputusan AS untuk membiarkan resolusi tersebut disahkan tidak berarti perubahan dalam kebijakan AS. Dia mengatakan AS mendukung gencatan senjata tetapi tidak mendukung resolusi tersebut karena resolusi tersebut tidak mengutuk Hamas.
"Kami sudah sangat jelas, kami sangat konsisten dalam mendukung gencatan senjata sebagai bagian dari kesepakatan penyanderaan. Begitulah struktur kesepakatan penyanderaan, dan resolusi mengakui pembicaraan yang sedang berlangsung,” terang Kirby saat berbicara pada konferensi pers setelah resolusi tersebut disahkan.
Dalam teguran keras yang luar biasa, sebuah pernyataan dari kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan AS telah “meninggalkan” posisi sebelumnya yang secara langsung menghubungkan gencatan senjata dengan pembebasan sandera.
“Sayangnya, Amerika Serikat tidak memveto resolusi baru tersebut,” katanya, dikutip BBC.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa hal ini merugikan upaya pembebasan sandera karena memberikan harapan kepada Hamas bahwa mereka dapat menggunakan tekanan internasional terhadap Israel untuk mencapai gencatan senjata tanpa membebaskan para tawanan.
Dilaporkan juga bahwa Netanyahu telah memutuskan untuk membatalkan pertemuan antara delegasi Israel dan pejabat AS di Washington yang dijadwalkan pada minggu ini.
Menteri Pertahanan Israel mengatakan Israel tidak akan menghentikan perang di Gaza selama para sandera masih ditahan di sana.
Perwakilan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyambut baik resolusi tersebut namun mengatakan resolusi tersebut sudah terlambat.
“Dibutuhkan waktu enam bulan, lebih dari 100.000 warga Palestina terbunuh dan cacat, dua juta orang mengungsi, dan kelaparan, hingga dewan ini akhirnya menuntut gencatan senjata segera,” kata Mansour.
Hamas, kelompok Islam Palestina yang menguasai Gaza dan memicu perang dengan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober, juga menyambut baik resolusi tersebut. Dilaporkan bahwa pihaknya siap untuk segera terlibat dalam proses pertukaran tahanan yang mengarah pada pembebasan tahanan di kedua pihak.
Kelompok ini telah membuat pembebasan sandera dengan syarat pembebasan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel oleh Israel.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan resolusi tersebut harus dilaksanakan untuk menjamin gencatan senjata dan pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat.
Mark Lyall-Grant, yang merupakan duta besar Inggris untuk PBB dari tahun 2009 hingga 2015, mengatakan kepada BBC Radio 4 PM bahwa resolusi tersebut berarti Israel sekarang pada dasarnya berkewajiban menghentikan kampanye militernya selama 15 hari ke depan, durasi sisa bulan suci Ramadhan, yang teksnya menetapkan gencatan senjata.
Dia menambahkan bahwa teks tersebut secara hukum mengikat Israel tetapi tidak mengikat Hamas, karena kelompok Palestina bukanlah sebuah negara.
AS sebelumnya dituduh menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel di PBB.
Namun mereka semakin kritis terhadap Israel atas meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza, di mana lebih dari 32.000 orang, terutama perempuan dan anak-anak tewas akibat pemboman Israel, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.
AS juga telah menekan Israel agar berbuat lebih banyak untuk menyalurkan bantuan ke Gaza, di mana dikatakan seluruh penduduknya menderita kerawanan pangan akut yang parah.
(Susi Susanti)