Tapi pertemuan Kolonel Gatot dengan Slamet Rijadi bukan membahas peristiwa dengan Pasukan Siliwangi itu, melainkan soal perintah Pangsar Soedirman untuk menyelesaikan Madiun Affair atau yang kini disebut Pemberontakan PKI Madiun 1948.
“Sekitar dua kompi anak buah Mayor Soedigdo menurut laporan sudah terinfiltrasi merah (PKI/Front Demokrasi Rakyat atau FDR) dan akan segera menyeberang ke Madiun. Kembalikan mereka ke pangkuan Ibu Pertiwi!” begitu perintah Kolonel Gatot.
Slamet segera melakoni tugas itu untuk ke markas Batalion Soedigdo di Wonogiri, bersama Kapten Soetanto Wirjosapoetro, Kapten Ari Amangku dan Kapten Tjokropranolo (Noly) dengan meminjam mobil Komandan Polisi Tentara, Kolonel Soenarjo.
Misi ke Wonogiri pun perjalanannya relatif lancar, meski waktu itu mereka juga sangat waspada jika melewati berbagai pos penjagaan. Karena–sekali lagi, mereka tak tahu siapa lawan, siapa kawan.
Sesampainya di Wonogiri, rombongan Slamet Rijadi segera mencegat pergerakan pasukan Soedigdo di wilayah Tirtomoyo, kota kecil yang berada di tengah-tengah Wonogiri dan Madiun. Seketika bersua, Soedigdo dan anak buahnya pun ternyata mau diajak kembali.
Mereka pun akhirnya dibawa ke Paras, Boyolali, tepatnya di lereng Gunung Merbabu, demi menjauhkan mereka dari FDR Madiun. Di tempat itu pula, Kolonel Gatot Soebroto kemudian melakukan inspeksi.
Sebuah upaya yang sukses untuk mencegah dua kompi petarung yang nyaris ikut memperkuat PKI/FDR di Madiun. Di satu sisi, keberhasilan Slamet Rijadi ini juga membuktikan keyakinan Gatot Soebroto, bahwa jiwa Slamet Rijadi masih ‘Merah Putih’.
(Fakhrizal Fakhri )