JERMAN - Nikaragua telah meminta pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau ICJ untuk menghentikan penjualan senjata dari Jerman ke Israel yang diduga digunakan untuk genosida di Gaza
Jerman dituduh melanggar konvensi genosida PBB dengan mengirimkan perangkat keras militer ke Israel dan menghentikan pendanaan badan bantuan PBB.
Berlin menolak klaim tersebut dan akan mengajukan pembelaan ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada Selasa (9/4/2024).
Pada tahun 2023, sekitar 30% pembelian peralatan militer Israel berasal dari Jerman, dengan total 300 juta euro (Rp5 triliun).
Tuduhan tersebut didasarkan pada kasus terpisah yang diambil oleh Afrika Selatan pada bulan Januari, di mana hakim di Den Haag memerintahkan Israel untuk mengambil“setiap tindakan yang mungkin untuk menghindari tindakan genosida. Pengadilan juga memerintahkan Hamas untuk segera membebaskan semua sandera yang diambil dari Israel selama serangan 7 Oktober.
Israel menolak tuduhan bahwa mereka terlibat dalam tindakan genosida dalam kampanyenya di Gaza, dan bersikeras bahwa mereka mempunyai hak untuk membela diri.
Lebih dari 33.000 orang tewas dalam serangan Israel di Gaza, kata kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di sana, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. Gaza berada di ambang kelaparan, dan Oxfam melaporkan bahwa 300.000 orang yang terjebak di wilayah utara sejak Januari hidup dengan rata-rata 245 kalori sehari.
Nikaragua mengatakan penjualan senjata Jerman ke Israel, yang berjumlah USD326,5 juta pada tahun lalu, meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2022. Ini membuat Jerman terlibat dalam dugaan kejahatan perang Israel
Menurut kantor berita DPA, komponen sistem pertahanan udara dan peralatan komunikasi menyumbang sebagian besar penjualan.
Jerman juga merupakan salah satu dari 15 negara Barat yang menangguhkan pendanaan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) atas tuduhan bahwa beberapa staf badan tersebut terlibat dalam serangan tanggal 7 Oktober terhadap Israel.
Menurut dokumen yang diajukan ke ICJ, Nikaragua ingin pengadilan tinggi PBB memerintahkan Berlin menghentikan penjualan senjata dan melanjutkan pendanaan untuk badan bantuan tersebut, salah satu dari sedikit badan internasional yang masih beroperasi di Gaza.
Dilaporkan bahwa jika tidak ada tindakan seperti itu, maka Jerman memfasilitasi terjadinya genosida dan gagal memenuhi kewajibannya untuk melakukan segala upaya untuk mencegah terjadinya genosida.
Berbicara saat persidangan dibuka, Alain Pellet, pengacara Nikaragua, mengatakan Jerman sangat mendesak untuk menunda penjualan.
“Jerman telah dan sepenuhnya menyadari risiko bahwa senjata yang telah dan terus mereka berikan kepada Israel dapat digunakan untuk melakukan genosida,” katanya kepada hakim.
Berlin telah menolak tuduhan tersebut, namun tetap bungkam mengenai strategi hukumnya menjelang persidangan.
“Kami memperhatikan gugatan Nikaragua dan kami menyangkal bahwa tuduhan tersebut tidak dapat dibenarkan,” kata juru bicara pemerintah Wolfgang Buechner.
Kanselir Olaf Scholz telah menjadi pendukung vokal hak Israel untuk membela diri, namun ia menghadapi meningkatnya permusuhan dalam negeri terhadap kelanjutan penjualan senjata ke negara tersebut.
Pada Minggu (7/4/2024), sekelompok pegawai negeri sipil menulis surat kepada pemimpin Jerman tersebut dan menyerukan kepada pemerintah untuk menghentikan pengiriman senjata ke pemerintah Israel dengan segera.
“Israel melakukan kejahatan di Gaza yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum internasional,” kata pernyataan itu, mengutip keputusan ICJ pada Januari lalu.
Dalam kasus bulan Januari, ICJ memutuskan bahwa setidaknya beberapa tindakan dan kelalaian yang dituduhkan oleh Afrika Selatan dilakukan oleh Israel di Gaza tampaknya masuk dalam ketentuan Konvensi.
Michael Becker, seorang profesor hukum di Trinity College Dublin, mengatakan kepada BBC bahwa ada ketidakpastian mengenai kewajiban negara untuk mencegah genosida atau memastikan penghormatan terhadap hukum kemanusiaan. Kasus terhadap Jerman, berpotensi membantu memperjelas masalah tersebut.
Kritik terhadap kasus Nikaragua menyoroti buruknya catatan hak asasi manusia di negara tersebut. Pemerintahan Presiden Daniel Ortega telah memenjarakan penentangnya dan melarang protes. Pada bulan Maret, misi Inggris untuk PBB menuduh pemerintah melakukan tindakan keras yang tanpa henti terhadap hak asasi manusia.
(Susi Susanti)