Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Orangtua di Korsel Memilih Dikurung di Sel, Ada Apa?

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Sabtu, 29 Juni 2024 |16:22 WIB
Orangtua di Korsel Memilih Dikurung di Sel, Ada Apa?
Orangtua di Korsel memilih dikurung di sel, ada apa? (BBC)
A
A
A

Keengganan untuk bicara

Putranya selalu berbakat, kata Jin. Kemudian Jin serta suaminya mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap putranya tersebut.

Namun putranya itu sering sakit-sakitan, kesulitan menjaga persahabatan, dan akhirnya mengalami kesulitan makan sehingga sulit bersekolah.

Ketika putranya mulai masuk universitas, dia tampak baik-baik saja selama satu semester. Namun, suatu hari, ia benar-benar menarik diri.

Melihat putranya terkunci di kamarnya, lalu mengabaikan kebersihan dan makanan, hati Jin hancur.

Meskipun putranya mungkin mengalami kecemasan, kesulitan menjalin hubungan dengan keluarga dan teman-teman, dan kekecewaan karena tidak diterima di universitas ternama, pemuda itu enggan untuk berbicara dengan Jin tentang apa yang sebenarnya salah.

Ketika Jin datang ke Happiness Factory, dia membaca catatan yang ditulis oleh anak-anak muda terisolasi lainnya.

“Karena anak saya tidak banyak bicara kepada saya, saya tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya,” kata Jin.

“Membaca catatan itu membuat saya sadar, ‘Ah, dia melindungi dirinya dengan diam karena tidak ada yang memahaminya.'”

Park Han-sil (bukan nama sebenarnya) datang ke Happiness Factory untuk memahami putranya yang berusia 26 tahun. Dia memutuskan semua komunikasi dengan dunia luar tujuh tahun lalu.

Setelah beberapa kali kabur dari rumah, kini ia berada di rumah, tapi jarang keluar kamar.

Park membawa putranya itu ke konselor dan menemui dokter - namun dia menolak meminum obat kesehatan mental yang diresepkan dan menjadi terobsesi dengan bermain video game.

Hubungan interpersonal

Meskipun Park masih kesulitan untuk berkomunikasi dengan putranya, perempuan itu mulai lebih memahami perasaan putranya melalui program isolasi.

“Saya menyadari bahwa penting untuk menerima kehidupan anak saya tanpa memaksanya mengikuti pola tertentu,” ujarnya.

Survei Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel terhadap 15.000 anak berusia 19-34 tahun pada tahun 2023 menemukan lebih dari 5% responden melakukan isolasi mandiri.

Jika angka ini mewakili populasi Korea Selatan yang lebih luas, berarti sekitar 540.000 orang berada dalam situasi serupa.

Hasil survei menunjukkan alasan paling umum adalah:

• kesulitan mencari pekerjaan (24,1%)

• masalah dengan hubungan interpersonal (23,5%)

• masalah keluarga (12,4%)

• masalah kesehatan (12,4%)

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement