Hukuman tersebut telah diberitakan secara luas di Jepang dan juga menjadi trending di media sosial.
Beberapa pengguna menyatakan terkejut dengan penggunaan hukuman cambuk di Singapura modern, meskipun ada juga yang merayakan hukuman tersebut.
Ada yang mengatakan bahwa di Jepang, jika menyangkut kekerasan seksual, masyarakat dan polisi membuat korbannya merasa bersalah, dan hukumannya terlalu ringan.
Singapura mengatakan hukuman cambuk dapat mencegah terjadinya kejahatan dengan kekerasan, meskipun beberapa kelompok hak asasi manusia mengatakan tidak ada bukti jelas mengenai hal ini.
Pencambukan di Singapura melibatkan pemukulan dengan tongkat kayu di bagian belakang paha, yang dapat meninggalkan bekas luka permanen.
Menurut kelompok hak asasi manusia Transformative Justice Collective, tongkat tersebut berukuran sekitar 1,5 m (4,9 kaki) dan diameternya tidak lebih dari 1,27 cm.
Praktik ini menarik perhatian internasional pada tahun 1994 ketika warga negara AS yang berusia 19 tahun, Michael Fay, dicambuk sebanyak enam kali karena melakukan vandalisme.
Meskipun ada permohonan dari Presiden AS Bill Clinton, pihak berwenang Singapura tetap melanjutkan hukuman cambuk namun memberikan pengurangan jumlah pukulan pada Fay.
(Susi Susanti)