Rini dan Didi mengharapkan agar pemerintah kota Jakarta menyediakan call center untuk kanal pengaduan dan tanggap darurat disabilitas.
Aspirasi mengenai transportasi umum juga disampaikan Toto Sugiarto dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta. Toto mengapresiasi JakLingko yang sudah masuk ke kampung-kampung namun belum ada layanan tambahan untuk kelompok disabilitas, terutama disabilitas netra.
“Belum ada tanda khusus di halte JakLingko untuk tunanetra, misalnya huruf braille atau panduan yang bisa diraba. Atau, sopirnya tidak mengerti sehingga lewat saja. Juga karena jarak halte yang kadang-kadang jauh, saya menyarankan, khusus untuk disabilitas dan lansia, JakLingko bisa berhenti di mana saja dengan tanda khusus,” tambah Toto.
Selain transportasi umum, isu lain yang mengemuka adalah tata kelola Kartu Penyandang DIsabilitas Jakarta (KPDJ). Ada yang menceritakan pengalaman permintaan KPDJ yang ditolak dengan alasan yang tidak jelas, ada yang mengajukan KPDJ namun yang diterima adalah Kartu Lansia. Belum lagi fitur-fitur dalam Kartu Pekerja Jakarta (KPJ) yang hilang, terutama untuk disabilitas.
Ketua Umum RK, Henry Baskoro menekankan kembali pentingnya pelibatan disabilitas dan kelompok rentan sejak tahap perencanaan pembangunan. Selain itu, harus ada standarisasi waktu yang cepat untuk penanganan masalah teknis yang berdampak pada pelayanan kaum disabilitas.
“Contoh yang saya alami sendiri, lift di halte transit antarmoda di dekat Stasiun Cawang mati. Sampai dua minggu masih mati. Bagaimana kaum disabilitas terlayani? Jika tidak ada lift, teman-teman disabilitas harus melewati ramp yang curam sampai tiga tingkat. Ini harus dijawab dengan standarisasi pelayanan kota,” tambah Henry.
Henry mengharapkan diskusi dengan disabilitas dan kelompok rentan lainnya terus bergulir sehingga aspirasi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang humanis dapat terwujud.
Sebagaimana diketahui, Relawan Kita adalah kelompok independen yang mendukung Ridwan Kamil dalam pemilihan gubernur Jakarta. RK telah memiliki struktur kepengurusan di lima kota administratif dan Kabupaten Pulau Seribu.
Ridwan Kamil yang hadir dalam konsolidasi kelompok ini pada akhir Juni lalu sempat membahas mengenai kota yang humanis.
Menurut arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung ini, kota yang humanis adalah ketika orang merasa aman dan nyaman ketika berada di luar ruangan, bahkan kelompok-kelompok rentan sekalipun, seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan disabilitas. Karena itu, kata Ridwan Kamil, Jakarta membutuhkan perubahan yang dibawa oleh pemimpin yang memiliki imajinasi.
(Awaludin)