Kendati tak dipungkiri, jika kemudian hari keinginan publik tinggi untuk mendukung calon artis tersebut, maka parpol akan mengikuti untuk tetap mengusung. Namun, menurutnya, berkaca dari pengalaman artis juga tidak akan sepenuhnya bisa menjadi sosok yang elektabel. "Kita tahu beberapa artis juga kalah di perhelatan pilkada. Memang ada beberapa yang masuk, tapi kan relatif mereka diusung sebagai wakil, rata-rata begitu," ujarnya.
Perilaku parpol yang memainkan gimik politik, kata Idil, bisa saja membuat masyarakat menilai bahwa parpol tidak serius. Meski, parpol tetap tidak peduli dengan konsekuensi tersebut. "Parpol tak akan peduli soal ini bumerang atau tidak. Tapi kalau masyarakat bisa dapat atensi publik, atensi politik, mendapatkan pemberitaan dan segala macam. Itu kan yang ingin mereka dapatkan," katanya.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai fenomena partai politik mengusung kandidat kepala daerah dari selebritis adalah strategi political marketing instan untuk meraih kemenangan dari kandidat yang diusung karena setidaknya artis sudah dikenal oleh masyarakat.
Menurut Neni, langkah tersebut memang tidak dilarang karena dalam PKPU 8 Tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah. Setiap orang memiliki hak memilih dan dipilih. Tetapi ada hal yang perlu kita kritisi. Di mata Neni, kehadiran selebritis di panggung politik menunjukkan kegagalan partai dalam melahirkan kader yang berkualitas dan mampu memenangkan pertarungan di pilkada.
"Kondisi ini yang memaksa partai untuk merekrut selebritis papan atas untuk mendongkrak suara pemilih, dengan menomorduakan kapasitas dan kapabilitas. Memang ini sengaja dikomodifikasi karena pilkada kita ibarat pasar bebas sehingga lebih mudah diperjualbelikan dan masuk dalam pangsa pasar," kata Neni kepada Okezone.com.
Ditambahkan Neni, kehadian selebritis merupakan potret kemunduran dalam demokrasi lokal dan membuat demokrasi Indonesia tidak naik kelas. Naming praktik ini memang selalu massif digunakan dari era reformasi sampai sekarang.

"Kurangnya kesadaran pemilih dan pendidikan politik membuat pemilih menjadi tidak rasional dan tidak penting dengan ide, gagasan, visi dan misi kandidat," tambah Neni yang juga menjabat Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah itu.
Pengamat Politik dari Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menambahkan diusungnya Marshel Widianto merupakan strategi partai untuk mendulang suara. Selain itu dipilihnya Marshel untuk maju dalam Pilkada Tangsel tak lepas dari kepercayaan diri Partai Gerindra usai Prabowo memenangkan Pilpres 2024. Meski begitu, kata dia, tetap saja kemenangan itu tak akan berpengaruh banyak atas pertarungan di wilayah yang dikuasai partai lain.
"Khusus Marshel ini, karena kan ujug-ujug nongol, makanya aktris ini rawan tetap kalah dengan mereka yang sudah punya invest sosial dan politik di Tangsel. Itung-itungan mereka punya, yang mnguntungkan bagi Gerindra adalah mereka punya raja, karena Oktober itu Pak Prbowo jadi presiden, tapi jangan lupa ibarat mereka punya raja tapi mereka tidak punya wilayah, karena yang menang di Tangsel adalah Golkar," kata Adib kepada Okezone.
Sudah Ada Kalkukasi Politik
Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, partainya mendukung figur artis jadi bakal calon kepala daerah bukan tanpa alasan. Figur yang didukung tentunya sudah ada kalkulasi politiknya, seperti Marshel.
Alasan kuat Gerindra menduetkan Ahmad Riza Patria dengan Marshel, menurutnya, karena Gerindra meyakini keduanya sosok yang mumpuni dan bisa memenuhi harapan warga Tangsel. "Kedua orang ini merupakan figur yang tepat untuk memenuhi harapan sebagian besar rakyat Tangsel yang ingin kemajuan," ujar Dasco, Sabtu 6 Juli 2024.
Sama halnya dengan PAN yang mengklaim dalam mengusung artis di Pilkada tidak sembarangan dan selalu serius bukan sekadar gimik. Figur yang diusung memiliki kualitas dan kapabilitas.
"Misalnya, sekarang PAN mendorong Jeje untuk jadi Bupati Bandung Barat misalnya, saya kira ini bukan gimik juga, karena PAN sudah mencoba mengukur bagaimana kalau Jeje ini kita dorong. Kalau misalkan ada pasangan yang pas, Jeje ini tentu kita dorong," ujar Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay kepada Okezone, Jumat 12 Juli 2024.
Lagi pula PAN tidak memiliki calon alternatif di Bandung Barat, sehingga masih memprioritaskan Jeje sebagai calon yang akan didorong PAN di Bandung Barat. Dengan mengusung Jeje, tentunya PAN berharap bisa memenangkan pertarungan di Pilkada.
"Kalau nanti bisa menang alhamdulillah, tentu kita akan merasa berbahagia punya kandidat yang menang dan bisa jadi kepala daerah dan tentu ini salah satu cara PAN bagaimana mengangkat anak muda seperti Jeje untuk menjadi pemimpin lokal di daerahnya masing masing gitu," katanya.
Menurut Saleh, sebetulnya Jeje orang asli Bandung Barat, sehingga wajar kalau PAN mendorongnya maju di Pilkada. Ditambah, Jeje memiliki kapasitas untuk memimpin daerah tersebut dan berasal dari kalangan muda yang diyakini bisa menjadi sumber inspirasi anak-anak muda di sana untuk maju dan berkembang.
Kemudian, Jeje juga memiliki jaringan yang bagus dengan berbagai macam lingkungan sekitarnya yang tentu bisa dijadikan modal juga untuk membangun daerah Bandung Barat "Karena itu sekali lagi, PAN tidak menganggap pencalonan itu hanya sebagai gimik semata. Justru pencalonan itu serius dan berbagai macam upaya dilakukan agar pencalonan Jeje bisa berhasil," ujarnya.