JAKARTA - Pendiri organisasi keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus Syaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asyari meninggal pada 25 Juli 1947. Bukan sekadar ulama, ia adalah pejuang kemerdekaan.
Kiai Hasyim Asyari lahir pada 14 Februari 1871. Ia dikenal sebagai ulama, pahlawan nasional, serta pendiri sekaligus Rais Akbar atau pimpinan tertinggi pertama, NU.
Meninggal di umur 76 tahun, Kiai Hasyim Asyari memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti mahaguru dan telah hafal Kutub al-Sittah atau rnam kitab hadits). Selain itu, memiliki gelar Syaikhu al-Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru.
Setelah melewati proses cukup panjang, Kiai Hasyim Asyari beserta para ulama se-Jawa dan Madura berkumpul pada 31 Januari 1926. Hasilnya adalah, sepakat mendirikan organisasi Islam NU.
Selain mendirikan NU, Kiai Hasyim Asyari terus dikenang sebagai salah satu ulama yang ikut berjuang merebut kemerdekaan Bangsa Indonesia dari para penjajah di kala itu. Ketika Belanda ingin merebut Indonesia dari jajahan Jepang, Presiden Soekarno mengutus Bung Tomo untuk bertemu dengan Kiai Hasyim Asyari. Singkatnya, Bung Tomo meminta nasihat soal hukum umat Islam menghadapi ancaman dari para penjajah itu.
Alhasil pada 22 Oktober 1945, Kiai Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa yang diputuskan dalam rapat para konsul NU se-Jawa Madura.
Berikut isinya:
Bismillahirrochmanir Rochim
Mendengar : Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan agama, kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia Merdeka.
Menimbang :
a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam.
b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.
Mengingat:
Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.
Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.
Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.
Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.
Memoetoeskan :
Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.
Soepaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Soerabaja, 22 Oktober 1945.
Setelah melalui segala bentuk perjuangan untuk Negara Indonesia, Kiai Hasyim Asyari ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 17 November 1964 melalui Keppres Nomor 294 Tahun 1964.
(Arief Setyadi )