Pengeboman ini merupakan respons terhadap Perjanjian Damai Oslo yang ditandatangani pada awal tahun 1990-an antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), badan yang mewakili sebagian besar warga Palestina. Perjanjian tersebut bertujuan untuk mewujudkan penentuan nasib sendiri bagi Palestina, dalam bentuk negara Palestina berdampingan dengan Israel.
Hamas menentangnya dengan alasan bahwa dalam perang Arab-Israel tahun 1948, Israel menguasai wilayah Palestina. Perjanjian tersebut, menurut mereka, secara efektif berarti hilangnya wilayah bagi Palestina.
Deif adalah seorang ahli bom yang pernah belajar di bawah bimbingan Yahya Ayyash, seorang pembuat bom Hamas yang berjuluk “Insinyur”. Ayyash tewas dibunuh Israel pada 1996 dengan ledakan bom yang tersimpang dalam ponsel.
Deif selanjutnya terlibat dalam Brigade Qassam, sayap militer Hamas. Sebelum menjabat sebagai komandan Berigade Qassam pada 2002, nama Deif telah masuk dalam daftar buronan “paling dicari” Israel selama bertahun-tahun. Dia juga beberapa kali lolos dari upaya pembunuhan oleh tentara Zionis.
Pada 2002, saat dia mengambil alih komando Brigade Qassam, sebuah helikopter Israel menembakkan rudal ke sebuah mobil dekat Kota Gaza untuk mengincar nyawanya. Serangan tersebut menewaskan dua anggota Hamas dan melukai setidaknya 40 orang lainnya, termasuk 15 anak-anak.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menetapkan Deif sebagai teroris, menyebutnya sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas setragedi ofensif Hamas.
Pada 2014, kembali melancarkan upaya pembunuhan Deif dengan serangan yang ditargetkan ke sebuah rumah. Serangan itu diyakini telah membunuh istri dan putra Deif yang berusia tujuh bulan.
Sejumlah upaya pembunuhan yang gagal itu membangun reputasi Deif sebagai seorang legenda “yang tak bisa dibunuh”. Bahkan dia mendapat julukan “Kucing 9 Nyawa” karena selalu lolos dari upaya untuk nyawanya.
(Maruf El Rumi)