JAKARTA - Kisah Pangeran Diponegoro, anak dari seorang selir yang berani kobarkan perang Jawa. Dia pun dijuluki pahlawan nasional dari tanah Jawa yang gagah memimpin.
Salah satunya mengenai perang Jawa melawan penjajahan Belanda pada 1825-1830 hingga dikenal sebagai perang Diponegoro. Saat itu, Perang Diponegoro atau Perang Jawa melawan pemerintah Hindia Belanda.
Kisah Pangeran Diponegoro, anak dari seorang selir yang berani kobarkan perang Jawa pun tercatat di sejarah Indonesia.
Sementara itu, Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785. Lahir dari seorang ibu yang merupakan seorang selir bernama R.A. Mangkarawati dari Pacitan dan ayahnya bernama Gusti Raden Mas Suraja, yang kemudian hari naik takhta bergelar Hamengkubuwono III.
Pangeran Diponegoro waktu dilahirkan bernama Bendara Raden Mas Mustahar, kemudian diubah menjadi Bendara Raden Mas Antawirya. Nama Islamnya adalah Abdul Hamid. Setelah ayahnya naik takhta, Bendara Raden Mas Antawirya diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Diponegoro.
Ketika memasuki usia dewasa, ia tidak menunjukkan ketertarikan untuk menjadi raja. Sebaliknya, ia lebih tertarik pada masalah agama dan berinteraksi dengan rakyat daripada politik istana.
Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pria yang romantis dan menarik perhatian wanita. Pangeran Diponegoro menikah beberapa kali selama hidupnya, sehingga menghasilkan silsilah dan keturunan.
Pangeran Diponegoro berusia 27 tahun saat pertama kali menikah. Ia menikahi seorang wanita bernama Ayu Letno Madubrongto, seorang guru agama dan putri kedua Kiai Gede Dadapan. Pernikahan ini menghasilkan seorang putra, Putra Diponegoro II.
Pada pernikahan keduanya pada tahun 1807, atas permintaan dari Sultan Hamengkubuwono III. Ia menikah dengan putri dari Raden Tumenggung Natawijay III yang merupakan seorang bupati dari Panolan Jipang, Kesultanan Yogyakarta, bernama Raden Ajeng Supadmi. Pada pernikahannya ini, dikaruniai seorang anak yang bernama Pangeran Diponingrat.
Setelah tiga tahun menikah, ia memilih untuk bercerai dan memutuskan untuk menikah lagi pada tahun 1808 dengan R.A Retnadewati, seorang Putri Kiai di selatan Yogyakarta. Hal ini dikarenakan istri pertamanya, Ayu Retno Madubrongto meninggal dunia saat Pangeran Diponegoro tinggal di Tegalejo.
Pada tahun 1810, Pangeran Diponegoro menikah dengan Raden Ayu Citrawati, putri dari Raden Tumenggun Ranga Parwirasentika dan salah satu istri selirnya.
Namun tak lama setelah melahirkan anak pertama mereka, Raden Mas Singlong, istrinya meninggal dalam kerusuhan Madiun.
Kelima, Bapak Pangeran Diponegoro menikah pada tahun 1814 dengan Raden Ayu Maduretno, putri dari Raden Rangga Prawiradiljo III, dan Rati Maderetna, putri dari Hamenkubowono II. Istrinya diangkat menjadi permaisuri pada tahun 1828 dengan gelar Kanjeng Ratu Kedaton I.
Namun, Pangeran Diponegoro naik tahta sebagai Sultan Abdulhamid pada tahun 1828, ia menikah untuk keenam kalinya dengan Raden Ayu Retnoningrum, putri dari Pangeran Penengah atau Dipawiyana II.
Pangeran Diponegoro kemudian memutuskan untuk menikah lagi untuk ketujuh kalinya dengan Raden Ayu Retnangsih.
Ia adalah putri dari Raden Tumenggun Sumaprawila, bupati Jipang Kepadhangan, dan pernikahan kedelapannya dengan R.A. Letnakumara, putri Kiai Gul Kasongan.
(Rina Anggraeni)