JAKARTA - Muhammadiyah mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan
menolak mengubah syarat usia minimum calon kepala daerah yang diajukan dalam gugatan Undang-Undang Pilkada. Putusan ini diharapkan mengakhiri tirani dan dominasi partai politik besar dalam menentukan kepemimpinan di Indonesia.
"Salut dan apresiasi yang tinggi kepada Mahkamah Konstitusi yang berani mengambil keputusan tegas terkait pemilukada dan persyaratan calon kepala daerah. Keputusan itu akan membawa perubahan mendasar dan arah baru kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia," kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti, Selasa (20/8/2024).
"Keputusan MK itu diharapkan dapat mengakhiri tirani dan dominasi partai politik besar dalam menentukan kepemimpinan baik di daerah maupun di pusat," lanjut Mu'ti.
Menurut Mu'ti, keputusan MK bersifat final and binding sehingga semua pihak, pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat terikat dengan keputusan itu.
"Kami berharap partai politik dapat mengambil langkah-langkah politik, khususnya terkait pilkada, agar lebih berani mengambil langkah yang memenuhi aspirasi masyarakat untuk kehidupan demokrasi yang lebih sehat dan membuka kesempatan bagi masyarakat memilih pemimpin yang sesuai aspirasinya," ujar Mu'ti.
Sebelumnya pada sidang, Selasa pagi, MK mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora dengan memutuskan mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah di pilkada.
Dalam Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 disebutkan bahwa pencalonan kepala daerah tidak lagi berlaku 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.