JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengubah syarat ambang batang (threshold) pencalonan, dan memaknai syarat umur calon Kepala Daerah. Salah satunya adalah threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara di pemilihan legislatif sebelumnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana, mengungkapkan konsekuensi hukum dua putusan MK tersebut, yaitu Nomor 60/PUU-XXII/2024, tentang ambang batas pencalonan dan putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang pemaknaan syarat umur.
“Meskipun MK menolak permohonan dua mahasiswa dalam Putusan 70, namun MK memberikan pertimbangan hukum yang tegas, bahwa syarat umur diperhitungkan sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan,”ujar Denny Indrayana, Selasa (20/8/2024).
MK mengatakan pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain. Dengan menggunakan pendekatan historis, sistematis, praktis, dan komparatif, MK menegaskan pemaknaan syarat umur dihitung sejak penetapan pasangan calon, bukan sejak pelantikan.
‘Beberapa waktu lalu ada putusan Mahkamah Agung yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan pasangan kepala daerah terpilih. Putusan MA itu di ruang publik dianggap membuka peluang pencalonan Kaesang Pangarep, yang saat ini namanya mulai disebut sebagai calon kepala daerah,”ulasnya.
Dengan putusan MK yang demikian, artinya, peluang Kaesang untuk maju sebagai pasangan calon kepala daerah pada level provinsi menjadi tertutup, karena syarat umur minimal gubernur adalah 30 tahun. Sedangkan Kaesang saat penetapan calon kepala daerah provinsi, belum berusia 30 tahun. Kecuali yang bersangkutan maju sebagai kepala daerah di level Kabupaten/Kota, yang syarat umurnya 25 tahun.
“Jika tetap memaksakan maju sebagai calon kepala daerah, sesuai putusan MA yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan, MK menegaskan akan memutus pencalonan yang demikian sebagai tidak sah melalui persidangan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.