Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Bersifat Final, Masyarakat Kawal Proses Revisi UU Pilkada!

Khafid Mardiyansyah , Jurnalis-Kamis, 22 Agustus 2024 |15:51 WIB
Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Bersifat Final, Masyarakat Kawal Proses Revisi UU Pilkada!
Politikus PDIP Hardiyanto Kenneth
A
A
A

"Putusan MK Nomor 70 Tahun 2024 tentang syarat usia sudah diputuskan MK, jadi MA tidak bisa menggeser putusan MK, akibatnya bisa rusak kalau kewenangan masing-masing diintervensi. Kekuasaan kehakiman itu mempunyai prinsip independensi, impartial dan merdeka. Dalam Pasal 57 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi bahwa setiap pasal yang materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD RI 1945 maka bunyi, atau substansi norma tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan daya laku lagi karena bertentangan dengan konstitusi Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, kalau DPR menyetujui, sama saja menghina kekuasaan kehakiman dan ini sama juga dengan menginjak injak konstitusi," beber Kent.

Kata Kent, supremasi hukum harus dijaga dan dipertahankan demi kelangsungan demokrasi yang sehat dan berkeadilan, demi mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia. 

"Jadi perlu dipahami, protes keras ini bukan sekedar ketidakpuasan atas persiapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Tetapi ini adalah bentuk kepedulian sekaligus kekhawatiran atas maraknya rangkaian peristiwa yang mengoyak-ngoyak sistem hukum demi kepentingan politik kelompok tertentu," tegasnya.

Kent pun menuntut DPR dan Pemerintah selaku penyusun revisi UU Pilkada, untuk mengedepankan materi dan norma yang terdapat dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, dan mendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang dilaksanakan secara sembrono demi kepentingan politik golongan tertentu jelang Pilkada 2024.

"Saya juga menghimbau agar seluruh lapisan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar selaras dengan norma-norma dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dengan tetap mengedepankan prinsip ketertiban umum," pungkasnya.

Sebelumnya, Constitutional and Administrative Law Society (CALS) yang berisikan ahli hukum tata negara dan pemerhati pemilu di Indonesia, mendesak pemerintah dan DPR mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU Pilkada.

"Pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya harus dilawan demi supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat," bunyi keterangan CALS yang diterima.

Sebelumnya diberitakan, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya.

MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada. MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). 

MK pun mengubah pasal tersebut. Selain itu, MK juga menolak gugatan perkara 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Antony Lee. Gugatan itu mengenai syarat usia calon kepala daerah.
 

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement