Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Bersifat Final, Masyarakat Kawal Proses Revisi UU Pilkada!

Khafid Mardiyansyah , Jurnalis-Kamis, 22 Agustus 2024 |15:51 WIB
Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Bersifat Final, Masyarakat Kawal Proses Revisi UU Pilkada!
Politikus PDIP Hardiyanto Kenneth
A
A
A

"Dan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2024 merupakan kewajaran suatu syarat administratif dalam menseleksi seseorang dalam jabatan publik, seperti misalnya presiden atau wakil presiden, hakim MK, bahkan seorang kepala desa, dengan memberikan syarat minimal usia pada saat pendaftaran dan penetapan calon. Meskipun syarat tersebut merupakan open legal policy, namun secara praktek umum administrasi (common practice administration) merupakan hal yang patut sesuai dengan asas asas pemerintahan yang baik," beber Kent.

Kent pun mengaku heran dengan langkah Baleg DPR yang menyatakan bahwa argumentasi dalam mekanisme mengusulkan calon kepala daerah berlandaskan pada putusan MA yang memberikan syarat usia diberlakukan saat pelantikan, sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2024 menyatakan, syarat usia diberlakukan saat pendaftaran dan penetapan calon sah oleh KPU. 

"Sudah seharusnya Baleg DPR mengacu pada putusan MK bukan MA, mengingat secara hirarki norma perundang undangan, MA menguji norma peraturan perundang undangan di bawah Undang Undang berdasarkan Pasal 24 A UUD 1945, sementara MK berdasarkan Pasal 24 C UUD 1945 menguji norma UU terhadap UUD, jelas secara hirarkis putusan MK lah yang harusnya menjadi rujukan," tutur Kent. 

Jika DPR dan penyelenggara pemilu seperti KPU tidak mengindahkan putusan MK, kata Kent, secara hukum ketatanegaraan dapat dianggap putusannya inkonstitusional dan menyimpangi prinsip negara hukum. Dikarenakan landasan kewenangan MK sebagai the guardian of constitution dan the sole interpreter of constitution.

"Ketidakpatuhan terhadap MK juga sama saja meruntuhkan pilar demokrasi konstitusional yang kita anut berdasarkan pembagian kekuasaan, dan mekanisme check and balance terhadap pemberlakuan suatu norma hukum. Baleg DPR memaksakan untuk mereduksi hak pilih warga negara melalui mekanisme pemilihan kepala daerah yang terbatas," tegas Kent.

Kata Kent, Baleg DPR RI sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 22 A UUD 1945 harus secara tertib dan konsekwen mengikuti ketentuan pembuatan norma hukum sesuai dengan UU 12 tahun 2011, sebagaimana telah diubah oleh UU 13 tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundang undangan, termasuk dalam memaknai putusan MK.

"Diposisi ini, apabila DPR menyetujui materi muatan RUU pilkada bertentangan dengan putusan MK, maka segenap elemen masyarakat harus menyadari bahwa telah terjadi penghianatan konstitusi yang secara sadar dilakukan oleh penjaga demokrasi konstitusional NKRI, baik DPR maupun presiden sebagai pembentuk UU. Jadi harus mendorong KPU, Bawaslu untuk mematuhi putusan MK dengan merevisi peraturan KPU Nomor 8 tahun 2024," tegas Kent.

Menurut Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI itu, di dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat, oleh karena itu semua pihak termasuk DPR, KPU, Bawaslu dan semua institusi penegak hukum harus tunduk dan patuh kepada putusan Mahkamah Konstitusi.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement