MALANG - Guru Besar Sosiologi Agama dari Universitas Muhammadiyah Malang, Syamsul Arifin, menyatakan bahwa kerapuhan etika dalam bernegara di kalangan penyelenggara negara sebagian besar disebabkan oleh proses kaderisasi pemimpin yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurutnya, banyak pemimpin yang tiba-tiba muncul tanpa melalui proses pembinaan yang alami.
"Pemimpin yang sebenarnya diproyeksikan untuk mengambil alih peran dan menjaga, dan mengatur dengan kemampuannya. Akan tetapi, saat ini faktanya banyak orang yang datang secara tiba-tiba dengan adanya rekayasa dan kemudian diusulkan menjadi pemimpin,” ungkap Syamsul dalam keterangannya.
Pernyataan ini disampaikan Syamsul dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan," yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, pada Senin, 2 September 2024.
Syamsul menambahkan bahwa fenomena ini menunjukkan pengaruh kekuasaan terhadap etika. Ia juga merujuk pada pernyataan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat terdahulu, yang menyatakan bahwa karakter sejati seseorang dapat terlihat saat mereka diberi kekuasaan.
"Kekuasaan memiliki sifat yang adiktif dan dapat berpotensi merusak," lanjutnya.
Di sisi lain, Yayah Khisbiyah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Budaya dan Perubahan Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengungkapkan bahwa kerapuhan etika ini juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat empati di masyarakat. Penemuan ini didasarkan pada penelitian antara tahun 2007 hingga 2017.