KURANGNYA personel Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau yang sekarang berubah menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus), untuk memburu para kader Partai Komunis Indonesia (PKI), membuat RPKAD melatih para pemuda, yang sebagian besarnya merupakan anggota Gerakan Pemuda Ansor.
Dikutip dari buku Sarwo Edhie dan Misteri 1965, pada 20 Oktober 1965, Panglima Kodam Diponegoro, Brigjen Surjosumpeno, membuat keputusan untuk membekukan semua kegiatan PKI dan organisasi massanya. Hal tersebut mengakibatkan daerah-daerah yang menjadi basis pendukung PKI bergejolak. Benar saja, sehari setelah Kolonel Sarwo Edhie dan RPKAD tiba di Semarang, situasi keamanan memburuk.
Saat itu marak beredar kabar, bahwa ribuan orang komunis mulai berkumpul dan menutup jalan Solo-Yogyakarta, dengan menebangi pohon dan memutus saluran telepon. Kerusuhan juga terjadi di beberapa kota, serikat-serikat buruh melakukan mogok massal, hingga pabrik dan jalur transportasi menjadi lumpuh.
Mengetahui hal tersebut, Sarwo Edhie beserta para pasukannya bergerak dengan cepat dari kota ke kota, untuk memandamkan api yang terus menjalar. Setelah sepekan ia berada di Jawa Tengah, ia menghubungi Markas Besar TNI di Jakarta untuk meminta tambahan pasukan. Sayangnya, sebagian besar tentara belum ditarik pulang dari Kalimantan dan Sumatera, setelah sebelumnya diminta bersiap untuk menyerbu Malaysia.