HAYAM WURUK naik tahta jadi raja di Majapahit masih berstatus jomblo atau lajang alias tidak memiliki pasangan. Bagaimana tidak beberapa riwayat menyebut Hayam Wuruk naik tahta jadi raja di usia muda sekitar 16 tahun.
Padahal sebagai kerajaan besar pasangan amatlah penting untuk meneruskan trah penguasa selanjutnya. Keadaan inilah yang membuat keluarga terutama sang ibunya Tribhuwana Tunggadewi mendorong Hayam Wuruk untuk mencari pasangan hidup.
Bahkan berbagai cara dilakukan agar sang raja muda itu tidak lagi jomblo. Sayembara konon dilakukan demi menyeleksi putri-putri raja di wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Tapi hasilnya tidak ada yang cocok dan membuat hati Hayam Wuruk bergetar.
Lambat laun sosok Bathara Sapthaprabhu dan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada menjadi penentu siapa sosok permaisuri yang layak mendampingi raja muda itu. Pengaruh kekuatan Bathara Sapthaprabhu dan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada, bukan sekadar berkaitan dengan kebijakan pemerintahan Hayam Wuruk, melainkan pula mengenai calon permaisurinya.
Pada proses pemilihan calon permaisuri, Bhatara Sapthaprabhu yang merupakan Dewan Penasihat Raja Majapahit, menyarankan kepada Hayam Wuruk untuk menikahi putri Sunda bernama Dyah Pithaloka Citraresmi (putri Maharaja Linggabuana Wisesa).