Pada September 2024, sejumlah senator dari Partai Republik, termasuk Marco Rubio, telah memperkenalkan sebuah RUU di Kongres AS untuk mengakhiri hubungan perdagangan normal permanen dengan China.
Mendukung rancangan undang-undangnya terhadap status PNTR bagi China, Marco Rubio yang dilaporkan telah dicalonkan sebagai Menteri Luar Negeri oleh Trump, kemudian berpendapat bahwa, "memberikan China manfaat perdagangan yang sama seperti yang kita berikan kepada sekutu terbesar kita adalah salah satu keputusan paling buruk yang pernah dibuat negara kita."
Pada 14 November, senator Republik lainnya, John Moolenaar, telah mengajukan rancangan undang-undang serupa untuk mencabut status PNTR yang diberikan pemerintahan AS yang dipimpin Bill Clinton kepada Beijing pada 2000, yang menyebabkan peningkatan perdagangan dan investasi AS di China. Ekspor China ke AS meningkat berlipat ganda kala itu.
Menurut data dari Departemen Perdagangan AS, antara 2001 dan 2021, nilai barang yang diimpor dari China melonjak hingga lebih dari USD500 miliar. Hal ini menyebabkan perpindahan yang cukup besar di banyak sektor AS, termasuk manufaktur karena perusahaan-perusahaan Amerika mengalihdayakannya ke China.
Defisit perdagangan AS dengan China meningkat lebih dari empat kali lipat, bersamaan dengan ekspor jutaan pekerjaan Amerika ke negara Asia Timur tersebut. Para ahli anti-PNTR berpendapat bahwa melanjutkan hubungan dagang normal yang permanen dengan China bukanlah hal mudah.
Dikatakan bahwa setelah RUU tersebut diubah menjadi undang-undang, RUU tersebut juga akan mencabut perlakuan 'De Minimis' yang diberikan kepada barang-barang bernilai rendah yang mencapai pasar AS dari China. Berdasarkan perlakuan ini, pengiriman paket dengan harga di bawah USD800 dibebaskan dari bea masuk, pajak, dan pemeriksaan ketat, menurut laporan South China Morning Post. China menggambarkan langkah tersebut sebagai upaya untuk "memutar balik roda sejarah."
"Beberapa politisi AS berupaya memutar balik roda sejarah dan menarik kembali hubungan perdagangan dan ekonomi China-AS ke era Perang Dingin,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian.