Ahmad Tibi, seorang anggota parlemen dan pemimpin partai Taal, mengecam keputusan tersebut.
"Ben Gvir ingin membakar daerah itu atas dasar agama," katanya kepada parlemen. "Dulu, ada upaya untuk meloloskan undang-undang yang melarang azan di kota-kota campuran. Posisi kami dalam masalah ini, di sektor Arab, adalah menentang masuknya polisi. Adzan akan terus dikumandangkan karena Islam akan terus berlanjut."
Tibi kemudian menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di balik tindakan Ben Gvir, dengan mengatakan: "Ia adalah pemimpinnya, dan ia bertanggung jawab atas hal ini dan konsekuensi sulit yang dapat terjadi jika hal ini menjadi kenyataan".
Para pembela hak asasi manusia dan wali kota Palestina telah mengecam larangan tersebut sebagai tindakan diskriminatif lain oleh pemerintah Israel.
Ben Gvir memiliki sejarah menentang azan. Pada 2013, jauh sebelum memangku jabatan, Ben Gvir dan sekelompok aktivis sayap kanan mengganggu warga di lingkungan Ramat Aviv di Tel Aviv dengan mengumandangkan azan melalui pengeras suara.
Mereka mengklaim bahwa aksi itu dimaksudkan untuk menyoroti bagaimana komunitas lain di Israel "terganggu" oleh panggilan untuk shalat.
Upaya untuk membatasi adzan juga muncul di parlemen Israel, Knesset.
Pada 2017, apa yang disebut "RUU muazin", yang berupaya membatasi penggunaan pengeras suara untuk keperluan keagamaan, telah disahkan melalui pemungutan suara awal tetapi akhirnya terhenti.
(Rahman Asmardika)