JAKARTA - Huruf 'P' dalam akronim KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) perlahan memudar dalam beberapa tahun belakangan ini. KPK dianggap telah kehilangan taji. Kritik demi kritik bermunculan terhadap kinerja lembaga antirasuah yang lahir dari rahim reformasi.
Kemunduran KPK dimulai dari berkurangnya Operasi Tangkap Tangan (OTT), hingga beberapa kali kalah dalam gugatan praperadilan. Padahal, dulu KPK merupakan lembaga yang paling ditakuti para koruptor. Bahkan, jika ditarik 15 tahun ke belakang, rakyat menaruh banyak harapan pada KPK.
Kini, KPK mulai kehilangan simpatik. Bukan hanya soal kinerja, tapi juga karena banyaknya pegawai yang melanggar kode etik. Hasil sejumlah survei menyebut KPK menjadi lembaga yang paling rendah dalam mendapatkan tingkat kepercayaan publik.
Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024, KPK menjadi lembaga yang paling rendah mendapatkan citra positif. KPK hanya mendapatkan penilaian citra positif sejumlah 56,1 persen.
Sementara, lembaga lainnya yakni Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat penilaian positif sebanyak 61,4 persen; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 62,6 persen; Mahkamah Agung (MA) 64,8 persen; Kejaksaan 68,1 persen; Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 68,6 persen; Polri 73,1 persen; dan tertinggi TNI 89,8 persen.
Kemudian, survei nasional Indikator periode 10-15 Oktober 2024 soal kepercayaan publik terhadap lembaga di Indonesia, KPK juga mendapat penilaian paling rendah setelah partai politik. Jika dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya, KPK dinilai paling rendah tingkat kepercayaan publik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anindya melihat KPK sudah tidak optimal dalam pemberantasan korupsi. KPK dianggap mengalami disfungsi. Bahkan, menurut Diky, keberadaan KPK perlahan harus dipertanyakan kembali. Salah satunya, karena KPK kerap dilanda berbagai kontroversi.
"Kondisi ini dapat dilihat dari rentetan kontroversi silih berganti selama kurun waktu lima tahun terakhir. Mulai dari rendahnya kuantitas serta kualitas penindakan, skandal pelanggaran etik dan pidana yang dilakukan pimpinan, hingga memburuknya tata kelola kelembagaan," ucap Diky kepada Okezone dikutip Rabu (4/11/2024).
"Akibatnya seperti saat ini, hampir semua jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei menempatkan lembaga antirasuah itu pada titik terendah dalam tingkat kepercayaan masyarakat," sambungnya.