RAMALLAH - Kelompok Hamas membebaskan 3 sandera Israel dan 5 warga Thailand di Gaza, Palestina pada Kamis (30/1/2025) waktu setempat. Di sisi lain, Israel membebaskan 110 warga Palestina yang ditahan.
Pembebasan sempat sedikit tertunda karena terjadinya kerumunan di salah satu titik penyerahan sandera. Mereka kemudian diserahkan Palang Merah di kota selatan Khan Younis. Pembebasan di Khan Younis berlangsung di dekat reruntuhan rumah mantan pemimpin Hamas Yahya Sinwar yang dibom.
Israel masih mencatat 82 tawanan di Gaza, dengan sekitar 30 dinyatakan meninggal secara in absentia.
Sementara itu, bus-bus tiba di kota Ramallah, Tepi Barat, membawa sekitar 110 tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian bertahap.
Para tahanan disambut oleh kerumunan yang bersorak-sorai di wilayah Palestina yang diduduki Israel. "Kami mengorbankan jiwa dan darah kami untukmu," demikian teriakan dari kerumunan, melansir Reuters, Jumat (31/1/2025).
Zakaria Zubaidi, salah satu pemimpin Brigade Martir Al-Aqsa, sayap bersenjata kelompok Fatah, adalah tahanan Palestina paling terkemuka yang dibebaskan. Ia melarikan diri dari penjara pada 2021 bersama tiga narapidana lainnya. Namun, ia ditangkap kembali.
Zubaidi selama ini dikenal sebagai orang kuat di Kota Jenin, Tepi Barat, yang menjadi terhadap perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel. Jenin juga menjadi lokasi serangan tentara Israel yang sering terjadi, termasuk operasi besar seminggu yang lalu.
"Alhamdulillah, Tuhan memberkati saya dengan pembebasan hari ini. Semoga arwah para martir Gaza beristirahat dengan tenang," kata Zubaidi kepada massa yang bersorak gembira yang berkumpul untuk menyambutnya di Ramallah.
Ketika ditanya tentang laporan bahwa Israel tidak mengizinkannya pulang ke kamp pengungsi Jenin, Zubaidi menjawab tegas.
"Naga adalah pemilik tanah dan pemburu harus pergi," katanya.
Di Jenin, ia dikenal sebagai naga.
Diketahui, serangan militer Israel di Gaza, Palestina selama 15 bulan terakhir telah menewaskan lebih dari 47 ribu warga Palestina. Serangan yang dituduh genosida itu menghancurkan daerah kantong berpenduduk 2,3 juta orang itu, yang menghadapi kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan makanan yang parah.
Ratusan ribu warga Gaza, sebagian besar mengungsi berulang kali selama konflik, telah kembali ke lingkungan mereka di utara. Lokasi tersebut menjadi tempat pertempuran paling sengit.
Banyak yang mendapati rumah mereka tidak layak huni dan barang-barang pokok terbatas.
(Erha Aprili Ramadhoni)