Suparji menilai kondisi kerja yang kolaboratif antara penyidik dan jaksa yang perlu diatur secara jelas dalam KUHAP mendatang. Penyidik dan jaksa, menurutnya, berada pada lembaga yang ada dalam satu rumpun eksekutif, sehingga organ kelengkapan di dalamnya tak boleh terkotak-kotak.
“Jadi, dalam sistem peradilan pidana nantinya yang melakukan kontrol atas kerja penyidik dan jaksa adalah hakim sebagai pemegang kekuasaan yudikatif,” imbuhnya.
Bangsa Indonesia cocok dengan konsep mekanisme kerja yang kolaboratif karena berpaham integralistik, yang artinya bisa bekerja bersama-sama secara gotong royong. “Konsep deferensiasi fungsional sebagaimana dianut KUHAP yang saat ini berlaku disusun berdasarkan paham individualistik ala barat, yang tidak cocok bagi kita sebenarnya,” katanya.
Ironinya justru sistem peradilan di barat, missal di Amerika atau Belanda dan Korea Selatan. Negara tersebut mengusung konsep kebersamaan kerja antara penyidik dan jaksa, padahal berpaham individualistik.
“Jadi, pada kenyataannya mereka yang berpaham individualistik malah lebih integral dalam membuat dan mengatur hubungan kerja antara Penyidik dan Jaksa dalam sistem peradilan pidana mereka,” pungkasnya.
(Arief Setyadi )