JAKARTA - Anggota Komisi I DPR, Junico Siahaan menyoroti penahanan seorang mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS). Ia meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan seluruh jajaran perwakilan diplomatik Indonesia di AS untuk secara aktif memastikan terpenuhinya hak-hak WNI yang ditangkap itu dalam menjalani proses peradilan di negara asing.
"Kami mendesak Kemlu dan KJRI Chicago untuk terus memberikan pendampingan maksimal terhadap WNI kita yang ditangkap di Amerika Serikat. Ini bukan hanya soal kasus hukum perorangan, tetapi menyangkut marwah negara dalam melindungi warganya di luar negeri," kata Junico dalam keterangan tertulis, Rabu (15/4/2025).
Junico menegaskan, Aditya harus mendapat perlindungan maksimal berdasarkan prinsip keadilan universal dan asas non-diskriminasi.
"Indonesia harus menunjukkan bahwa kita serius dalam memperjuangkan hak-hak hukum setiap warga negara, apalagi ketika menghadapi sistem hukum asing yang memiliki dinamika dan tantangan tersendiri. Pendampingan hukum harus dilakukan secara intens dan profesional," tutur pria yang akrab disapa Nico Siahaan itu.
Seperti diketahui, seorang mahasiswa Indonesia bernama Aditya Harsono Wicaksono yang tinggal di Marshall, Minnesota, ditangkap oleh sejumlah agen Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS atau Immigration and Customs Enforcement (ICE) di tempat kerjanya pada 27 Maret lalu.
Penahanan Aditya dilakukan beberapa hari setelah visa mahasiswanya dicabut secara tiba-tiba. Pria berusia 33 tahun itu diduga ditangkap karena mengikuti aksi protes terkait kematian George Loyd yang memicu gerakan Black Lives Matter pada tahun 2021.
Saat ini Aditya masih ditahan di Kandiyohi County Jail, Marshall, Minnesota. Pihak Kemlu dan Kementerian Hukum disebut telah melakukan pendampingan untuk Aditya.
Adapun Aditya juga pernah tercatat mendapat gugatan hukum karena melakukan tindak perusakan properti yang masuk dalam fourth degree offense saat melakukan aksi protes. Ia ditangkap dalam demonstrasi setelah diberlakukan jam malam di Minnesota. Aditya juga telah menjalani persidangan dan diputuskan bebas dengan jaminan.
Berdasarkan keterangan, Aditya sebelumnya memegang visa pelajar F-1 dan telah menyelesaikan gelar masternya di Southwest Minnesota State University pada 2023. Saat visanya dicabut, Aditya sebenarnya tengah menanti proses permanen tinggal di AS melalui pengajuan kartu hijau (green card) usai menikah dengan warga setempat.
Nico pun menilai, kasus ini merupakan pengingat bahwa dinamika sosial-politik di negara seperti AS sangat kompleks. Untuk itu ia mengimbau WNI yang bermigran untuk cermat melihat situasi di negeri orang.
"Kami mengimbau WNI, khususnya pelajar dan diaspora di AS, untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan menyuarakan opini. Ini bukan soal membatasi kebebasan berekspresi, tetapi lebih kepada memahami konteks politik dan hukum yang berlaku di negara tempat tinggal masing-masing,” ungkap Nico.
Menurut Nico, kebebasan berekspresi itu merupakan hak setiap orang, apalagi dalam menyangkut hal-hal kemanusiaan.
“Saya hanya mengimbau untuk lebih berhati-hati. Bukan kita mengesampingkan sisi kemanusiaan dan juga solidaritas, tapi ketika kita menyampaikan isu hari ini di Amerika, saya harap bisa berpikirlah seribu kali untuk itu, apalagi dengan posisi sebagai pendatang,” sebutnya.
(Awaludin)