Pasukan Diponegoro mengalami kekalahan, pada tanggal 26 Oktober 1926. Diponegoro terluka, tetapi berhasil meloloskan diri. Sejak kekalahannya di Gawok, ofensif Diponegoro terhenti, pasukannya mundur ke wilayah Pajang, dan tersebar di beberapa tempat, antara lain, Prambanan, Kalasan, Pulowatu, Jatinom, dan Delanggu.
Kegagalan menangkap Diponegoro dan menumpas pemberontakan dengan operasi-operasi militer yang dipimpin oleh Jenderal de Kock, yang berlangsung lebih dari satu tahun mendapat kritik dari para residen. Mereka mengkritik cara-cara militer dalam melakukan operasi, seperti pembakaran desa, membunuh tawanan, berbuat tercela terhadap perempuan, serta penganiayaan anak-anak.
Aksi-aksi militer yang demikian secara psikologis, politis, dan ekonomis amat merugikan. Hilangnya desa-desa dan penduduk yang berpindah tempat berakibat pada terhentinya perekonomian, pajak tidak dapat dipungut, dan secara psikologis menimbulkan antipati terhadap pemerintah dan militer sendiri.
(Puteranegara Batubara)