“Ketika perempuan menjadi korban pinjaman online, maka bisa dipastikan akan berdampak buruk pada keamanan dirinya, keluarganya, dan masa depannya," imbuh Amalia.
Menurut Amalia, bahkan sudah banyak perempuan, termasuk keluarganya, yang harus kehilangan nyawa akibat terlilit masalah utang pinjol.
“Ini kan seolah perempuan-perempuan korban pinjol ini harus berjuang sendirian menghadapi provider-provider pinjol tanpa berbekal pengetahuan yang memadai," ungkap Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Adapun Puan memberikan perhatian terhadap fenomena perempuan yang kian banyak terjerat masalah pinjol, khususnya perempuan kepala keluarga. Apalagi fenomena perempuan menjadi korban pinjol sudah berlangsung sejak lama.
Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sejak 2018 hingga 2024, terdapat 1.944 pengaduan korban pinjol dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan luar Jabodetabek. Sebanyak 1.208 (62,14 persen) korban adalah perempuan, sisanya 734 (37,76 persen) adalah laki-laki.
Hal yang sama juga diungkap penelitian dari Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia pada tahun 2022 yang menunjukkan perempuan mengakses pinjol untuk memenuhi kebutuhan keluarga, disusul kebutuhan pribadi, dan membuka usaha.