JAKARTA - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi terseret dalam pusaran kasus judi online. Namanya disebut melindungi dan menerima setoran dari situs judi online sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hubnu Nugroho, fakta persidangan itu harus ditindaklanjuti. Ia menilai persidangan merupakan bagian dari alat menemukan bukti-bukti yang di tingkat penyidikan masih kabur.
“Makanya, seringkali ada (penyelidikan perkara, red) jilid I. jilid II. Kan seperti itu,” kata Hibnu, Jumat (23/5/2025).
Hibnu menambahkan, jika ditemukan fakta-fakta baru di persidangan kasus judi online, maka harus ditindaklanjuti oleh kepolisian. “Mungkin dulu (tidak menetapkan tersangka, red) masih ragu-ragu karena belum kuat (bukti-buktinya, red) sehingga menunggu bukti-bukti baru di persidangan. Harusnya sekarang polisi berani masak gak berani,” imbuhnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan, JPU hanya bisa menyusun dakwaan berdasarkan hasil kerja penyidik, bukan asumsi atau spekulasi. “Penuntut umum tidak boleh lari dari fakta-fakta yang ada di dalam berkas perkara,” kata Harli.
JPU menyebut ada aliran dana dari pengelola situs judi online 50 persen untuk Budi Arie, 30 persen untuk Zulkarnaen Apriliantony, dan 20 persen untuk Adhi Kismanto. Keterangan itu tertuang surat dakwaan Zulkarnaen, Adhi, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Sementara Budi Arie membantah dirinya tidak terlibat dalam praktik ilegal itu. "Pertama, mereka tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum," ujar Budi Arie.
Ia mengaku sama sekali tidak mengetahui adanya praktik kotor yang dilakukan mantan anak buahnya tersebut. Bahkan, ia mengklaim baru mengetahui setelah kasus itu mencuat ke publik melalui proses hukum.
“Tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan,” imbuhnya.
(Arief Setyadi )