JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkapkan maksud pesan 'ok sip' yang ia kirim ke Saeful Bahri. Menurutnya, jawaban tersebut merupakan tanda dirinya menerima WA tanpa mengetahui substansinya.
Hal itu sebagaimana Hasto sampaikan saat dirinya diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Awalnya, jaksa mengulik isi pesan Hasto dengan eks Kader PDIP Saeful Bahri. Isi pesan tersebut berupa Saeful menyampaikan telah bertemu dengan Harun Masiku dan pamit bergeser dari Rumah Aspirasi yang berlokasi Sutan Syahrir. Hasto kemudian membalas dengan kalimat 'ok sip'.
"Ya saya tidak tau (maksud Saeful Bahri), makanya saya jawab 'ok sip' di situ. Saya tidak menanyakan pertemuannya apa, hasilnya gimana. Karena itu jawaban standar saya," kata Hasto.
Terkait pertemuan Saeful dengan Harun, Hasto menyatakan tidak mengetahui. Sebab, perintah resmi diberikan DPP PDIP kepada Donny Tri Istiqomah selaku tim hukum partai.
Terlebih, saat itu Hasto mengaku sedang fokus pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait rakernas terbesar pada periode tersebut.
Sehingga, balasan 'ok sip' itu hanya menandakan bila pesan Saeful Bahri telah diterima. Tapi tak mengetahui substansi di baliknya.
"Maka kalau mau memaknai 'ok sip' itu nanti harus dilihat dengan jawaban 'ok sip' saya yang lainnya. Karena itu menunjukan 'ok sip' itu adalah suatu jawaban saya terima WA, tapi substansinya apa saya tidak begitu perhatikan, sebagai jawaban formal bahwa saya telah menerima WA tersebut," ujar Hasto.
"Artinya pada saat itu saudara terdakwa menyakini bahwasanya memang Saeful Bahri melaporkan kepada saudara terdakwa telah bertemu dengan Harun masiku di SS?" tanya jaksa.
"Tidak, tidak seperti itu. Karena itu adalah jawaban saya di tengah-tengah kesibukan saya," jawab Hasto.
Diketahui, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan Perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku. Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam hp.
"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Hasto kemudian meminta Kusnadi merendam ponselnya ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H, kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya.
"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya.
Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP. Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Angkasa Yudhistira)