JAKARTA - Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan, tingkat kepercayaan publik kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) cukup tinggi melampaui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Terkait temuan itu Pakar hukum pidana, Hibnu Nugroho, melihat posisi Kejagung menjadi lembaga paling dipercaya publik, tidak lepas dari keberhasilan mereka memenjarakan pelaku korupsi, tetapi juga sukses mengembalikan kerugian negara triliunan rupiah di kasus-kasus besar.
Hibnu melihat, ada kecenderungan saat ini masyarakat tidak hanya melihat aparat hukum mengejar pelaku korupsi. Masyarakat juga menginginkan penegak hukum mengejar pengembalian kerugian negara akibat korupsi.
“Jadi masyarakat tidak hanya melihat kejaksaan memenjarakan koruptor, tetapi sangat memperhatikan masalah pengembalian kerugian negara. Itu menjadi kebanggan masyarakat, karena kejaksaan mampu menjalankan apa yang seperti diinginkan masyarakat,” kata Hibnu, Minggu (6/7/2025).
Untuk diketahui, dalam survei LSI Denny JA, kepercayaan publik terhadap Kejagung menempati posisi tertinggi dengan 61 persen kepercayaan publik. Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi 60 persen dan Polri 54,3 persen.
Kejagung, menurut Hibnu, tidak hanya menangani kasus besar yang berkaitan langsung dengan masyarakat, seperti minyak goreng, timah maupun korporasi lainnya. “Kejagung berhasil mengembalikan triliunan rupiah ke negara dari pengusutan kasus korupsi,” ujarnya.
Hibnu juga melihat, naiknya kepercayaan terhadap KPK juga karena lembaga antirasuah itu meniru kejaksaan yang mengejar pengembalian kerugian negara. “KPK juga sudah mulai melakukan seperti ini,” kata Hibnu Nugroho.
Terkait dengan jomplang-nya kepercayaan publik antara Kepolisian dan Kejagung di hasil survei ini, Hibnu melihat hal ini tidak terlepas dari ketidakpuasan masyarakat atas respon pelayanan maupun ‘kenakalan’ sejumlah anggotanya.
Dijelaskan Hibnu, secara tugas, memang kepolisian tidak hanya menangani persoalan korupsi saja. Tetapi juga pidana umum dan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat. “Kalau KPK kan memang hanya menangani urusan korupsi, sedang kejaksaan selain korupsi juga sebagai penuntut umum,” ungkap Hibnu.
Dengan tingkat kepercayaan yang paling rendah di antara penegak hukum lainnya, menurut Hibnu, hal ini harus menjadi pemantik bagi polisi untuk melakukan perbaikan. “Di era teknologi dan tuntutan masyarakat seperti sekarang, polisi harus instropeksi ke depan,” ujar dia.
Saat ini, kata Hibnu, banyak laporan masyarakat yang tidak segera ditangani polisi.
“Sehingga menjadi viral, dan ini menjadi titik lemah tersendiri. Sehingga kecepatan penanganan dalam kasus-kasus tertentu harus lebih cepat. Ini menjadi contoh kecil dalam hal pelayanan masyarakat, sehingga masyarakat menilainya kurang,” kata dosen pengajar Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto tersebut.
(Angkasa Yudhistira)