Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Siasat Licik Belanda Merebut Kembali Kedaulatan Indonesia

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Senin, 21 Juli 2025 |07:20 WIB
Siasat Licik Belanda Merebut Kembali Kedaulatan Indonesia
Siasat Licik Belanda Merebut Kembali Kedaulatan Indonesia/ist
A
A
A

JAKARTA - Belanda melayangkan nota provokasi kepada Indonesia. Mereka memancing kekuataan militer Indonesia untuk perang terbuka.  Bentuk provokasi jelang melancarkan Agresi Militer I yang dilayangkan Belanda yakni dengan sandi ofensif “Operatie Produkt” pada 21 Juli 1947. Nota ancaman dikirimkan dua bulan sebelumnya, 27 Mei 1947.

Ultimatum yang dikeluarkan Belanda berisi sejumlah tuntutan yang wajib dibalas dalam tempo dua pekan.

Berikut nota yang disampaikan pada pemerintah RI melalui perwakilan Belanda, Dr. P.J.A Idenburg, seperti dikutip dari ‘Kronik Revolusi Indonesia’:

1. Pembentukan pemerintahan peralihan bersama.

2. Mengadakan garis demiliterisasi dan pengacauan di daerah-daerah Konferensi Malino (Negara Indonesia Timur, Kalimantan, Bali) harus dihentikan.

3. Mengadakan pembicaraan pertahanan negara, di mana sebagian Angkatan Darat, Laut dan Udara Kerajaan Belanda harus tinggal di Indonesia.

4. Pembentukan Kepolisian demi melindungi kepentingan dalam dan luar negeri.

5. Hasil-hasil perkebunan dan devisa diawasi bersama.

Perdana Menteri Sutan Sjahrir merespon ultimatum tersebut dengan menafsirkannya antara kapitulasi (menyerah) pada Belanda, atau perang total. Belanda sendiri sedianya sudah mulai bersiap dengan menyiagakan sejumlah pasukan sejak Maret 1947.


Sikap Sjahrir yang menolak menjadi “trigger” atau pemicu tersendiri buat Kepala Staf pasukan Belanda Jenderal Simon Hendrik Spoor, untuk meluncurkan serangan total yang tentunya sesuai instruksi dari Den Haag.

Rencana Spoor sempat tersendat karena akhirnya Sjahrir bertekuk lutut pada tuntutan tersebut. Kabinet Sjahrir pun tumbang karena tak lagi dipercaya rakyat.

Sementara Belanda kembali melayangkan ultimatum pada 15 Juli 1947 dengan tuntutan pasukan TNI mundur 10 kilometer dari garis demarkasi. Karena PM Amir Sjarifoeddin yang menggantikan Sjahrir tak memberi jawaban, meletuslah ofensif Belanda yang pertama ke berbagai wilayah RI di Sumatera dan Jawa pada 21 Juli 1947.

Belanda menyebutnya sebagai politionele actie pertama, di Indonesia. Serangan militer ini lebih dikenal dalam buku sejarah dan catatan militer Indonesia sebagai Agresi Militer Belanda I.

Saat itu, Belanda menerjunkan 100 ribu pasukannya yang dilengkapi kendaraan perang modern. Rakyat bersama TNI pun tak gentar menghadapi ratusan ribu pasukan penjajah yang ingin kembali merampas kedaulatan Indonesia. 

 

Pemerintah tetap berjuang di arena diplomasi terlepas dari sejumlah kejadian yang terjadi dalam agresi tersebut.

Sjahrir dan H. Agus Salim diutus ke Sidang Dewan Keamanan PBB, di mana akhirnya diputuskan Belanda harus menghentikan serangan pada 1 Agustus dan gencatan senjata sudah harus terjadi tiga hari setelahnya.

 

Sementara Spoor secara pribadi sangat ingin meneruskan gerak ofensif pasukannya hingga Yogyakarta yang kala itu jadi Ibu Kota RI.

Namun, ditentang pemerintah sipil Belanda, seperti termaktub dalam buku ‘Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949’, Spoor bercita-cita menguasai Yogyakarta yang kelak baru bisa dilakukannya pada Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement