Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Rapat RKUHAP, Mahupiki Dorong Atur Penyidikan Tambahan oleh Jaksa hingga 60 Hari

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Selasa, 22 Juli 2025 |20:15 WIB
Rapat RKUHAP, Mahupiki Dorong Atur Penyidikan Tambahan oleh Jaksa hingga 60 Hari
Rapat Dengar Pendapat Umum RKUHAP bersama Komisi III DPR (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mendapat sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR, Selasa (22/7/2025). 

Salah satu usulan mencuat dari Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), yang mendorong penambahan ketentuan penyidikan tambahan oleh penuntut umum hingga 60 hari. Usulan ini diajukan guna mengoptimalkan sistem check and balances dalam penegakan hukum.

Ketua Umum Mahupiki, Firman Wijaya menilai, bahwa waktu 14 hari yang tertuang dalam Pasal 59E Ayat (6) terlalu singkat untuk memastikan pengawasan efektif atas proses penyidikan.

"Pasal 59E ayat (6) mengatur bahwa jika penyidik menyatakan penyidikan telah cukup, tetapi jaksa berpendapat sebaliknya, maka diberikan waktu tambahan penyidikan oleh jaksa. Namun, 14 hari tidak cukup. Kami mendorong agar waktu tambahan tersebut menjadi 60 hari dan disesuaikan dengan masa penahanan dan perpanjangannya," jelas Firman saat RDPU dengan Komisi III DPR.

Firman menyebut, perlunya pengaturan tambahan dalam Pasal 59E Ayat (7) agar mekanisme tersebut dapat dioperasionalkan secara optimal.

"Tanpa keseimbangan waktu, sistem check and balance menjadi lemah," tegasnya.

 

Mahupiki juga menyoroti Pasal 5 RUU KUHAP terkait pembatasan waktu penyelidikan. Mereka mengusulkan batas waktu maksimal penyelidikan selama enam bulan, agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

"Tahap penyelidikan seharusnya memiliki batas waktu yang tegas, yaitu maksimal enam bulan, dan harus dapat diuji melalui praperadilan. Ini penting untuk menghindari tindakan sewenang-wenang," kata Firman.

Di sisi lain, Mahupiki juga menilai perlu dilakukan reevaluasi terhadap keberadaan dan definisi "penyidik utama" dalam Pasal 6 ayat (2). Firman menilai istilah ini memerlukan pengkajian ulang agar tidak menimbulkan kerancuan hukum.

"Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap aturan dan definisi penyidik utama. Jangan sampai multitafsir," ujarnya.

 

Sementara itu, perwakilan Mahupiki dari Universitas Trunojoyo Madura, Deni Setya Bagus Yuherawan, menyoroti tidak tercantumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tertentu. Padahal dalam Pasal 16 ayat (1), OJK disebutkan, namun tidak muncul di Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 90 ayat (4).

“Ini menciptakan ketidakkonsistenan. Penyidik dari OJK seharusnya juga diakomodasi sebagaimana KPK, kejaksaan, dan TNI AL,” kata Deni.

Kritik juga datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unes) yang mengikuti RDPU secara daring. Mereka menilai RUU KUHAP masih memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Salah satu sorotan utama adalah Pasal 1 angka (13) terkait upaya paksa dan tindakan aparat penegak hukum. Pasal tersebut memberi ruang bagi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, hingga penyadapan, dengan dasar ketentuan undang-undang, tanpa pembatasan jenis kejahatan.

“Penyadapan seharusnya dibatasi hanya untuk kejahatan serius. Jika tidak, ini bisa menjadi alat pelanggaran hak privasi, apalagi jika dilakukan tanpa pengawasan ketat dari lembaga peradilan,” ujar perwakilan BEM Unes.

 

BEM Unes juga menyoroti penetapan tersangka yang dinilai bernuansa represif dan tidak berbasis pada pembuktian hukum yang sah.

“Pendekatan pemaksaan dalam penetapan tersangka bertentangan dengan prinsip proporsionalitas dan hak atas privasi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010,” tutupnya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement