JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan alasan Yulianus Paonganan alias Ongen menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kasus yang menjerat Ongen berkaitan dengan politik.
"Memang itu kan tindak pidana terkait politik ya. Seperti kita ketahui, pidana seperti itu memang menjadi subjek amnesti dan abolisi," kata Yusril usai menghadiri Rakor Dukungan Manajemen Kemen Imipas di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Diketahui, Ongen terjerat Undang-Undang (UU) Pornografi dan ITE setelah mengunggah foto bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Nikita Mirzani dengan tagar #PapaDoyanLo* pada 13 Desember 2015 di media sosial. "Jadi Pak Ongen itu sudah divonis tetapi sekian lama tidak dieksekusi putusannya," ujarnya.
"Kalau presiden memberikan amnesti kepada yang bersangkutan, maka akibat dari tindak pidana yang dilakukan dihapuskan. Jadi, enggak akan ada eksekusi, enggak akan ada tuntutan baru, persoalannya menjadi selesai," sambungnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, mengungkapkan perkembangan program Presiden Prabowo terkait pemberian amnesti kepada para terpidana. Ia menyebut, Kementerian Hukum melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) telah melakukan pemeriksaan administratif terhadap dokumen data dukung dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas).
Adapun, 1.178 orang telah lulus verifikasi, sedangkan 493 lainnya masih dalam proses verifikasi.
“Sesuai arahan Pak Presiden untuk pemberian amnesti, kami di Kemenkumham telah melakukan verifikasi ulang data dari Kementerian Imipas. Dari data awal 1.669 narapidana dan anak binaan, 1.178 telah lolos. Sisanya masih dalam proses,” kata Supratman di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat 1 Agustus 2025.
Supratman menambahkan, terdapat empat kategori narapidana yang akan mendapatkan amnesti demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, yakni:
1. Pengguna narkotika berdasarkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Tindak pidana makar berdasarkan ketentuan KUHP.
3. Penghinaan terhadap presiden/kepala negara/pemerintahan yang bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
4. Narapidana berkebutuhan khusus, yang terdiri atas orang dengan gangguan jiwa, penderita penyakit kronis, disabilitas intelektual, serta mereka yang berusia di atas 70 tahun.
(Arief Setyadi )