Ia menilai mayoritas publik melihat kebijakan Prabowo tersebut lebih sebagai langkah politik yang berorientasi pada rekonsiliasi, bukan pemicu disharmoni.
“Responden cenderung menilai keputusan Presiden justru memperluas ruang politik inklusif, sehingga isu retaknya hubungan Prabowo–Jokowi tidak terlalu dipercaya,” ucapnya.
Kennedy menambahkan, meski angka 23,2 persen yang percaya hubungan Prabowo–Jokowi tidak harmonis menunjukkan masih adanya persepsi kritis di sebagian masyarakat. “Ini bisa berasal dari kelompok yang menilai kebijakan amnesti berpotensi mengganggu komunikasi politik antara dua figur nasional tersebut,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, Kennedy melanjutkan, publik tampak lebih optimistis bahwa kebijakan amnesti dan abolisi tidak mengguncang relasi politik Prabowo dan Jokowi. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas politik di masa awal pemerintahan.
(Arief Setyadi )