JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menunda sidang gugatan perdata senilai Rp125 triliun yang ditujukan kepada Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.
Kali ini, penundaan dilakukan untuk melengkapi legal standing dari pihak Tergugat I dan Tergugat II. Dalam gugatan ini, Gibran berstatus sebagai Tergugat I (T1) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Tergugat II (T2).
"Sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 22 September, untuk melengkapi legal standing dari T1 dan T2," kata Ketua Majelis Hakim, Budi Prayitno, di PN Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
Sidang hari ini adalah yang kedua setelah sidang pertama pada Senin (8/9/2025). Saat itu, sidang ditunda karena penggugat, Subhan, keberatan Gibran diwakili oleh Jaksa Pengacara Negara.
"Kejaksaan itu mewakili negara, tidak boleh membela dia (Gibran). Makanya saya keberatan. Saya minta Jaksa Pengacara Negara keluar dari persidangan, itu saja, itu yang paling penting," kata Subhan di PN Jakarta Pusat.
"Kuasa itu untuk membela atau menjadi kuasa atas gugatan yang saya layangkan. Sedangkan saya menggugat Gibran itu secara pribadi, waktu dia mau mencalonkan itu lho. Kan belum jadi wapres," sambungnya.
Sebagai informasi, Subhan mempersoalkan syarat ijazah Gibran saat mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres). Menurutnya, ijazah Gibran dari luar negeri tidak memenuhi persyaratan sebagai cawapres.
Dia menyoroti aturan persyaratan peserta pilpres dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (1) jo PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 13 huruf (r).
Dalam pasal 13 huruf (r) dijelaskan bahwa syarat menjadi peserta pilpres adalah 'berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat'.
Dengan landasan pasal tersebut, dia merasa Gibran tidak memiliki bukti ijazah SMA yang dipersyaratkan sebagai cawapres.
Berikut petitum lengkap dalam gugatan yang dimaksud:
1. Mengabulkan gugatan dari penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan tergugat I dan tergugat II bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum.
3. Menyatakan tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
4. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp125.000.010.000.000 dan disetorkan ke kas negara.
5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari para tergugat.
6. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan putusan.
7. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
(Fetra Hariandja)