JAKARTA – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menyoroti bencana banjir bandang yang melanda Bali sebagai akibat nyata dari kerusakan lingkungan. Menurutnya, alih fungsi lahan di daerah hulu sungai menjadi vila dan usaha komersial lainnya telah memperparah risiko bencana.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu menegaskan komitmen PMI untuk melakukan penanaman pohon secara besar-besaran guna memperbaiki lingkungan. Hal ini disampaikan JK dalam amanatnya pada peringatan HUT ke-80 PMI di Waduk Brigif, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (17/9/2025).
“Kerusakan lingkungan—di Bali kemarin, banjir terjadi karena hampir semua hulu sungai dibangun vila atau usaha lainnya. Karena itu, salah satu program utama PMI adalah memperbaiki lingkungan dengan menanam pohon secara besar-besaran. Semua PMI daerah harus melakukan hal serupa,” tegas JK.
JK juga menyoroti pentingnya respons cepat dalam penanganan bencana. Ia menegaskan bahwa PMI memegang prinsip "6 jam sampai lokasi", untuk memastikan bantuan cepat tiba di lokasi bencana di seluruh Indonesia.
“Kita punya prinsip 6 jam sampai. Di mana pun bencana terjadi, relawan PMI harus hadir. Ini membutuhkan kecepatan dan pengabdian. Mengapa? Karena tugas Palang Merah adalah menangani kesulitan, menangani kebencanaan, membantu mereka yang membutuhkan. Kita sudah membangun sistem yang terstruktur, termasuk peningkatan layanan kesehatan,” ujar JK.
Sebelumnya, BNPB melaporkan bahwa banjir bandang di Bali mengakibatkan 18 orang meninggal dunia, sementara 2 lainnya masih dalam pencarian. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa banjir juga berdampak pada ratusan kepala keluarga.
“Bencana ini menimbulkan duka mendalam. Tercatat 18 orang meninggal dunia, 2 orang masih dalam pencarian, 214 KK/659 jiwa terdampak (dalam pendataan), dan 185 jiwa mengungsi,” kata Abdul di Jakarta, Jumat (12/9).
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan masa tanggap darurat hingga 17 September 2025, yang difokuskan pada pemulihan awal, termasuk perbaikan jembatan, jalan rusak, dan tembok penyengker yang jebol. Penanganan darurat masih terus berlangsung, dengan prioritas utama menyelamatkan korban, menyalurkan bantuan logistik, dan memulihkan infrastruktur.
(Fetra Hariandja)