JAKARTA – Eks Vice President Supply and Distribution PT Pertamina (Persero), Alfian Nasution, mengungkapkan bahwa penghentian operasi Terminal BBM milik PT Orbit Terminal Merak (OTM), berpotensi menimbulkan beban biaya tambahan bagi negara mencapai Rp150 miliar per tahun.
Hal itu disampaikan Alfian saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina dengan terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/10/2025).
Pernyataan tersebut bermula ketika Kerry menanyakan apakah pernah dilakukan kajian dampak apabila OTM berhenti beroperasi.
“Perihal tambahan biaya, apakah Saudara pernah melakukan kajian dengan pihak ketiga? Berapa tambahan biaya yang timbul akibat berhentinya PT Orbit Terminal Merak?” tanya Kerry.
“Surveyor Indonesia membuat simulasi apabila terminal itu berhenti beroperasi. Akan ada penambahan jumlah kapal sekitar lima unit,” jawab Alfian.
Menurutnya, kebutuhan tambahan kapal itu muncul karena pasokan BBM yang biasanya melalui Terminal OTM harus dialihkan melalui jalur dan fasilitas lain.
“Kalau dirupiahkan tentu akan signifikan. Dari kajian Surveyor Indonesia, sekitar Rp150 miliar per tahun,” ucapnya.
Namun, Alfian menegaskan bahwa angka tersebut belum mencakup seluruh potensi kerugian finansial akibat penghentian operasi terminal tersebut.
“Itu hanya dari sisi penambahan kapal saja, belum termasuk perhitungan efisiensi impor yang selama ini juga memanfaatkan OTM,” jelasnya.
Kerry kemudian menegaskan kembali pertanyaannya apakah perhitungan biaya tersebut mencapai Rp150 miliar per bulan.
“Kalau hitungan Surveyor Indonesia itu sekitar Rp150 miliar per tahun. Saya kurang jelas kalau disebut Rp150 miliar per bulan,” ujar Alfian.
Diketahui, Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang merupakan anak pengusaha Riza Chalid, didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp285 triliun dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.
Surat dakwaan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Triyana Setia Putra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025). Kerry didakwa bersama empat terdakwa lainnya, yakni Agus Purwono, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
“Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” ujar jaksa Triyana Setia Putra dalam sidang.
Jaksa menjelaskan, perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Total nilai kerugian tersebut mencapai Rp285 triliun. Kerugian keuangan negara terdiri dari US$2,73 miliar atau setara Rp45,3 triliun, serta Rp25 triliun dalam bentuk rupiah.
“Yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar US$2.732.816.820,63 dan Rp25.439.881.674.368,30,” pungkas jaksa.
(Awaludin)