Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Lahir di Balik Jeruji Besi, Kondisi Anak-Anak di Penjara Pakistan Timbulkan Kekhawatiran

Rahman Asmardika , Jurnalis-Kamis, 23 Oktober 2025 |16:20 WIB
Lahir di Balik Jeruji Besi, Kondisi Anak-Anak di Penjara Pakistan Timbulkan Kekhawatiran
Ada sekitar 140 anak yang tinggal di dalam 45 penjara di seluruh Pakistan. (Foto; Islam Khabar)
A
A
A

JAKARTA – Gambar-gambar dari penjara Pakistan yang memperlihatkan anak-anak kecil tidur di balik jeruji besi, memunculkan sorotan terhadap sistem peradilan negara tersebut. Anak-anak tersebut berada di penjara bukan karena melakukan kejahatan, namun karena lahir dari ibu yang mendekam di bui. 

Di lingkungan penjara Pakistan, masa kanak-kanak berlangsung dalam kondisi yang tidak biasa, di lokasi seperti kandang besi, sel yang penuh, dan udara yang pengap akibat pembatasan ruang. Di provinsi Punjab, sekitar 140 anak berusia di bawah enam tahun hidup bersama ibu mereka yang sedang menjalani hukuman.

Dilansir Islam Khabar, Kamis, (23/10/2025), data menunjukkan ada 67 anak laki-laki dan 73 anak perempuan tersebar di 45 penjara. Namun, kenyataan di balik angka tersebut sangat memilukan. Anak-anak ini tidak mengenal kebun bermain atau buku cerita, melainkan gerbang yang terkunci dan bunyi pintu besi.

Penjara Adiala dan Penjara Wanita Multan menjadi tempat dengan jumlah anak terbanyak. Dalam ruangan-ruangan ini, konsep “rumah” menjadi tidak berlaku.

Sel beton dijadikan sebagai ruang penitipan anak, dan suara sepatu penjaga menggantikan musik pengantar tidur. Masa kecil mereka tidak dibina, melainkan dikendalikan oleh jam malam, pengawasan ketat, dan rasa kekurangan yang terus menerus.

Anak-anak ini secara hukum bukan narapidana, namun mereka hidup seperti tahanan dalam banyak hal penting.

Mereka lahir dari ibu yang sedang menjalani hukuman, sehingga penahanan menjadi kondisi pertama kehidupan mereka. Hidup mereka merupakan akibat dari sistem keadilan yang lebih mengutamakan prosedur daripada tanggung jawab moral.

 

Pihak berwenang menyatakan bahwa hukum memperbolehkan bayi dan anak-anak tetap tinggal bersama ibu hingga usia lima tahun, sebagai upaya menjaga ikatan keluarga.

Namun, di balik aturan hukum tersebut terdapat kenyataan bahwa legalitas belum tentu berbanding lurus dengan kemanusiaan. Hukum memperbolehkan keberadaan mereka, tetapi tidak melindungi masa kecil mereka.

Saat mencapai batas usia, anak-anak ini akan dipisahkan dan diserahkan ke keluarga atau panti asuhan — sebuah perpindahan yang menambah beban traumatis akibat perpisahan.

Dampak Emosional

Dampak emosional dari tumbuh dalam penjara sangat besar. Anak yang menjalani tahun-tahun awal hidupnya di balik jeruji memiliki pemahaman yang berbeda tentang keamanan, kebebasan, dan otoritas.

Kasih sayang ibu memang ada, namun tidak dapat menutupi ketidaknyamanan lingkungan tersebut. Efek psikologis akibat penahanan dini—seperti ketakutan, kecemasan, dan keterasingan—seringkali terabaikan oleh sistem hukum.

Kehidupan sehari-hari anak-anak ini berjalan monoton.

Sebagian besar penjara di Punjab hanya menyediakan fasilitas dasar seperti kasur tipis, makanan terbatas, dan perawatan kesehatan yang minim.

Makanan mereka biasanya terdiri dari kacang-kacangan dan roti, sementara kebutuhan nutrisi seperti susu dan buah jarang tersedia.

Ada laporan bahwa anak-anak ini juga melakukan pekerjaan ringan yang membingungkan antara perawatan dan eksploitasi.

 

Pendidikan tersedia dalam bentuk sporadis dan tidak teratur, dilakukan di ruang kecil yang tidak memadai untuk belajar. Tidak ada mainan, buku, atau lapangan terbuka. Mereka tumbuh dengan menyaksikan para penjaga berkeliling dan sesekali mendengar suara kemarahan atau kesedihan.

Fasilitas penjara tidak dirancang untuk bayi atau balita, dengan sanitasi yang buruk, ventilasi terbatas, dan risiko penyebaran penyakit yang tinggi.

Kurangnya perawatan kesehatan khusus anak berdampak pada kesehatan mereka, dan ketiadaan stimulasi emosional menghambat perkembangan kognitif dan sosial. Lingkungan ini lebih menyerupai ruang hukuman daripada tempat perlindungan.

Pihak berwenang menegaskan bahwa mereka mematuhi aturan dan menyediakan fasilitas yang diperlukan, namun hal tersebut tidak sama dengan bertindak dengan empati.

Fokus pada kepatuhan administratif menunjukkan adanya birokrasi yang kurang peduli terhadap masalah kemanusiaan yang dihadapi.

Sikap pemerintah terhadap anak-anak ini mencerminkan pengabaian yang lebih luas terhadap populasi tahanan, dimana kepadatan, korupsi, dan kelalaian mempengaruhi kualitas hidup penghuni penjara, termasuk perempuan dan anak-anak.

Meskipun pemerintah mengklaim melakukan reformasi dan memperhatikan kepekaan gender, kenyataannya kondisi anak-anak tersebut masih jauh dari layak.

Perlindungan Hak Anak

Sebagai negara penandatangan United Nations Convention on the Rights of the Child, Pakistan memiliki kewajiban melindungi hak-hak anak, namun kondisi penjara saat ini menunjukkan adanya kontradiksi terhadap komitmen tersebut.

 

Bagi para ibu yang menjalani hukuman, pengalaman ini juga memiliki banyak tantangan, termasuk merawat anak dalam lingkungan yang kurang higienis dan menghadapi berbagai hambatan birokrasi dan sosial.

Beberapa ibu memilih menjaga anak di penjara karena kekhawatiran atas perlakuan yang mungkin diterima jika diserahkan kepada keluarga lain.

Isu ini kurang mendapat sorotan di ranah publik dan media, sehingga kehidupan anak-anak penjara sering kali hanya dinilai dari angka tanpa memperhatikan aspek kemanusiaan dan kisah individu.

Penjara bukan hanya tempat penahanan pelaku kejahatan, tetapi juga menjadi tempat tumbuhnya trauma bagi generasi berikutnya.

Setiap anak yang lahir dan tumbuh dalam penjara menjadi bagian dari sistem yang memandang kepatuhan hukum lebih daripada keadilan dan perawatan.

Pengalaman hidup di balik jeruji ini memberikan dampak panjang pada identitas dan emosional anak-anak, bahkan ketika mereka dipindahkan ke lingkungan baru.

Meskipun demikian, sel penjara belumlah tempat yang layak untuk masa kecil manapun, namun bagi sebagian anak di Pakistan, itulah kenyataan mereka.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement