 
                Firman mengaku terkejut anaknya menjadi korban eksploitasi. Awalnya, korban diajak teman SD untuk bekerja di Singapura dan semua urusan paspor sudah diurus. Selama sebulan, komunikasi dan kondisi tampak normal karena anak itu bekerja di sebuah perusahaan sebagai customer service. Namun komunikasi terputus pada Jumat (17/10/2025).
"Di Singapura semula ditawari kerja di perkantoran. Sampai sana memang kerja sebagai customer service. Namun, suatu ketika diajak naik pesawat oleh temannya, selang sehari, dia baru sadar berada di Kamboja. Keesokan harinya, dia diculik di depan sebuah toko roti dan dipaksa bekerja untuk penipuan online," tutur Firman.
Firman berharap KBRI dapat segera memfasilitasi pemulangan anaknya, karena meski berada di bawah perlindungan, korban masih mendapat ancaman dari sindikat. Ia juga mengeluhkan keterbatasan biaya untuk kebutuhan anaknya selama di Kamboja karena penginapan serta makan tidak ditanggung sepenuhnya.
"Katanya proses urus berkas lama, bisa sampai enam bulan, dan tidak ada tempat tinggal. Kami harus mencari biaya sendiri untuk penginapan, makan, dan tiket. Kami orang biasa—biaya sehari-hari saja cukup untuk makan. Kami mohon bantuannya," ujar Firman.
Firman juga memperlihatkan bukti tangkapan layar ancaman yang diterima anaknya melalui WhatsApp dari nomor tak dikenal. Salah satu pesan berisi ancaman: “Sampe indo gak bakal idup tenang lu. Lu dimana, lu mau balik atau gua kejar sampe indo? Balik gak lu ke Mess.”
(Awaludin)