Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kepala UPT Riau Pinjam Uang ke Bank demi ‘Jatah Preman’ Sang Gubernur

Nur Khabibi , Jurnalis-Rabu, 05 November 2025 |20:20 WIB
Kepala UPT Riau Pinjam Uang ke Bank demi ‘Jatah Preman’ Sang Gubernur
Gubernur Riau Abdul Wahid (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap istilah “jatah preman” dalam kasus dugaan pemerasan, terkait penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.

Istilah tersebut merujuk pada jatah yang diminta Gubernur Riau Abdul Wahid kepada para Kepala UPT di lingkungan Dinas PUPR PKPP.

Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut sejumlah Kepala UPT bahkan harus meminjam uang ke bank demi memenuhi permintaan tersebut.

“Informasi yang kami terima dari para Kepala UPT, uang itu ada yang menggunakan dana pribadi, ada juga yang pinjam ke bank, dan berbagai cara lainnya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Asep menilai kondisi ini sangat memprihatinkan, terlebih terjadi saat APBD Riau mengalami defisit.

“Seharusnya, ketika kondisi sedang sulit dan tidak ada uang, jangan malah meminta. Jangan membebani pegawai atau bawahannya,” ujarnya.

 

“Ini kan ironis. Di saat anggaran daerah terganggu karena defisit, justru masih ada permintaan uang. Itu yang membuat kami prihatin,” sambungnya.

Rp7 Miliar untuk ‘Jatah Preman’

KPK sebelumnya mengungkap bahwa Gubernur Riau Abdul Wahid diduga meminta jatah sebesar Rp7 miliar dari tambahan anggaran 2025 yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, penambahan anggaran tersebut mencapai Rp106 miliar, dari semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

Menurut Johanis, kasus ini bermula dari pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau Ferry Yunanda dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI di sebuah kafe pada Mei 2025. Dalam pertemuan itu disepakati pemberian fee 2,5 persen untuk Gubernur Abdul Wahid.

 

Namun, kesepakatan tersebut kemudian disampaikan kepada M. Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR PKPP Riau yang juga disebut mewakili Abdul Wahid. Ia kemudian meminta fee sebesar 5 persen, atau setara Rp7 miliar.

“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut diancam akan dicopot atau dimutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” kata Johanis dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025).

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement