JAKARTA – Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Sudan menyetujui usulan gencatan senjata kemanusiaan dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Arab, serta terbuka untuk perundingan mengenai penghentian permusuhan, demikian pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis (6/11/2025).
Baik RSF maupun tentara Sudan telah menyetujui berbagai usulan gencatan senjata selama perang yang telah berlangsung dua setengah tahun, meskipun belum ada yang berhasil. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa mereka tengah berupaya mengakhiri pertempuran di Sudan.
Pengumuman tersebut, yang belum ditanggapi oleh tentara Sudan, muncul kurang dari dua minggu setelah RSF mengambil alih Kota Al-Fashir yang dilanda kelaparan, mengonsolidasikan kendalinya atas wilayah Darfur yang luas di bagian barat.
"Pasukan Dukungan Cepat juga berharap untuk segera melaksanakan perjanjian tersebut dan memulai diskusi mengenai pengaturan penghentian permusuhan serta prinsip-prinsip dasar yang memandu proses politik di Sudan," demikian pernyataan RSF, sebagaimana dilansir Reuters.
Awal pekan ini, Dewan Keamanan dan Pertahanan yang dipimpin tentara bertemu namun tidak memberikan jawaban pasti atas proposal tersebut, meski para pemimpin dan sekutu berpengaruh di dalam tentara telah menyatakan ketidaksetujuan mereka.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Kamis mengatakan Amerika Serikat terus terlibat langsung dengan pihak-pihak tersebut guna memfasilitasi gencatan senjata kemanusiaan.
"Kami mendesak kedua belah pihak untuk bergerak maju dalam menanggapi upaya yang dipimpin AS untuk mencapai gencatan senjata kemanusiaan, mengingat urgensi meredakan kekerasan dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan," ujar juru bicara tersebut.
Amerika Serikat, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir menyerukan gencatan senjata kemanusiaan selama tiga bulan di Sudan pada September, yang akan diikuti dengan gencatan senjata permanen.
Para saksi mata mengatakan RSF membunuh dan menculik warga sipil selama dan setelah penaklukan mereka di Al-Fashir, termasuk dalam eksekusi singkat, sehingga menimbulkan kekhawatiran internasional.
Pimpinan RSF meminta para pejuang untuk melindungi warga sipil dan menyatakan pelanggaran akan dituntut.
Perang antara tentara Sudan dan RSF meletus pada April 2023 ketika kedua pasukan, yang saat itu merupakan mitra berkuasa, berselisih mengenai rencana integrasi pasukan mereka.
Konflik tersebut telah menghancurkan Sudan, menewaskan puluhan ribu orang, menyebabkan kelaparan meluas di seluruh negeri, dan membuat jutaan orang mengungsi.
(Rahman Asmardika)