JAKARTA — Massa dari Aliansi Masyarakat Peduli Mahkamah Konstitusi melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, pada Selasa (18/11/2025). Massa mendesak agar Hakim Konstitusi Arsul Sani mundur dari jabatannya buntut kasus ijazah.
“Meminta dan mendesak Hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani, untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK,” ucap koordinator aksi, Imam Zarkasi.
Massa meyakini ijazah doktoral Arsul Sani itu palsu, meski tuduhan ini telah dibantah langsung Arsul Sani. Di mana, Arsul Sani telah menunjukkan ijazah aslinya.
“Saya tetap meyakini itu palsu. Terkait apa yang dilampirkan dia, sah-sah saja. Karena zaman sekarang ini terkait asli-palsu itu gampang,” katanya.
Selain ijazah doktor itu, massa juga menyoroti universitas tempat Arsul mendapatkan gelar S3. Sebab Collegium Humanum (CH)/Warsaw Management University (WMU), Polandia, kini tengah diusut soal kasus jual-beli ijazah.
“Karena kami yakin universitas tersebut sudah dikecam oleh banyak lembaga dari Polandia. Adanya indikasi yang sudah terorganisir jual-beli ijazah palsu di kampus tersebut,” tuturnya.
Arsul Sani sebelumnya membantah tudingan dirinya memiliki ijazah doktoral palsu, bahkan menunjukkan dokumen asli ijazah itu ke publik. Hal itu diperlihatkan Arsul Sani saat menggelar konferensi pers di Gedung MK pada Senin 17 November 2025. Arsul Sani menyebut dirinya resmi diwisuda dari Collegium Humanum/Warsaw Management University dan mendapatkan ijazah doktoral asli pada 2022.
"Di sanalah diberikan ijazah asli itu. Kemudian ini juga ada foto (wisuda) dengan Ibu Anita Lydia Luhulima, Dubes RI untuk Polandia," ujar Arsul Sani, Senin.
Arsul pun menjelaskan secara rinci perjalanan mendapatkan gelar doktoral itu sejak 2011. Mantan Sekretaris Jenderal PPP itu menjelaskan awalnya ia mendaftar dalam program bidang justice dan policy di Glasgow Caledonian University.
Singkatnya, tahap pertama pendidikan itu sudah ia selesaikan pada akhir 2012. Ia pun menerima transkrip nilai dengan total kredit 180 poin dan lulus dalam mata kuliah.
"Transkrip nilainya ini menunjukkan, seperti rapor lah, atas tiga mata kuliah yang setelah saya jalani dan lulus. Yang pertama adalah professional development, yang kedua adalah research method atau metodologi penelitian, dan yang ketiga adalah project development. Total credit point-nya adalah 180," ujar dia.
Usai tahap itu, Arsul menyebut dirinya memasuki tahap riset pada tahun 2013. Singkatnya, Arsul Sani saat itu disibukkan sebagai anggota DPR RI dan pejabat di DPP PPP.
Alhasil, perjalanan riset kuliah untuk mendapatkan gelar ijazah doktoral harus tertunda. Arsul pada akhirnya memutuskan mundur dari pendidikannya. "Maka saya kemudian pada tahun 2017 memutuskan untuk exit dari program professional doctorate di Glasgow Caledonian University tentu karena saya sudah mencapai 180 kredit," tutur dia.
Karena masih bertekad menyelesaikan pendidikan doktoralnya, Arsul Sani pun kembali mencari universitas. Ia mengatakan dirinya memilih Collegium Humanum/Warsaw Management University pada 2020.
"Saya mendaftar sebagai mahasiswa program transfer doktor karena saya hanya mau itu, saya tidak mau mengulang dari nol," ungkap Arsul.
"Maka karena ini skemanya adalah program transfer doktoral, apa yang sudah saya capai di Glasgow Caledonian University kemudian diakui dan diterima," sambungnya.
Pada akhirnya, Arsul menulis disertasi dengan judul Re-examining the Considerations of National Security Interest and Human Rights Protection in Counter Terrorism Legal Policy. Arsul menegaskan penelitian itu ditulisnya secara komprehensif, termasuk adanya wawancara dengan kepala lembaga yang berkaitan dengan terorisme dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Silakan dicek saja dengan beliau-beliau itu, saya benar-benar melakukan wawancara atau tidak," tegas Arsul.
(Arief Setyadi )