Ia juga memaparkan perbandingan posisi hukum di berbagai negara, seperti AS, Inggris, Uni Eropa, dan China. Di banyak yurisdiksi, termasuk AS dan UE, karya yang murni dihasilkan AI tidak dapat didaftarkan hak cipta, kecuali ada “a significant form of human input”.
Ari mengutip kasus Li Yunkai di Beijing, di mana pengadilan Tiongkok mengakui hak cipta gambar AI yang dibuat melalui proses kurasi dan pengarahan intensif oleh manusia.
Ari Juliano menambahkan bahwa pengguna harus berhati-hati terhadap Terms & Conditions aplikasi AI, terutama menyangkut kepemilikan dan tanggung jawab hukum. Ia mengenalkan “Uji 4 Langkah” sebagai cara untuk menilai apakah sebuah karya yang melibatkan AI memiliki orisinalitas yang cukup untuk diklaim sebagai karya manusia.
Uji ini melihat seberapa besar kontribusi kreatif manusia dalam proses penciptaan, yang meliputi empat langkah, yaitu apakah seseorang membuat sendiri rancangan atau prompt-nya, melakukan koreksi terhadap karya dari generative AI, memastikan bahwa karya yang dihasilkan termasuk dalam kategori seni, sastra, atau ilmu pengetahuan yang dilindungi hak cipta, serta bahwa karya tersebut menunjukkan sifat khas dan pribadi dari orang yang merancangnya.
Jika keempat unsur ini terpenuhi, maka karya dapat dikategorikan sebagai AI assisted dan tetap dapat dilindungi hak cipta.