Sementara itu, Achmad Iqbal Taufiq dari DJKI menjelaskan bahwa definisi pencipta menurut Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta adalah orang atau beberapa orang yang menghasilkan ciptaan, dimana hanya manusia dan badan hukum yang dapat menjadi subjek hukum.
Sedangkan status AI dianggap sebagai objek hukum, bukan subjek, sehingga AI tidak dapat dikualifikasikan sebagai pencipta menurut Undang-Undang saat ini.
“Karya yang sepenuhnya dihasilkan AI tanpa kontribusi kreatif manusia tidak dapat dilindungi hak cipta dan otomatis masuk domain publik,” kata Iqbal.
"Namun jika manusia memberikan kontribusi kreatif yang signifikan, melalui penyusunan prompt kompleks, kurasi proses, atau pengeditan lanjutan, maka manusia tersebut dapat dianggap sebagai pencipta,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa saat ini terjadi vacuum norm dalam regulasi hak cipta AI. Undang Undang Hak Cipta Tahun 2014 belum mengantisipasi teknologi AI generatif, sehingga belum ada aturan yang mengatur secara tegas siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran jika output AI melanggar hak cipta pihak lain.