Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menag: Tantangan di Era Post Truth Menuntut Pembaruan Metodologi Tafsir

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Kamis, 20 November 2025 |09:09 WIB
Menag: Tantangan di Era Post Truth Menuntut Pembaruan Metodologi Tafsir
Menag: Tantangan di Era Post Truth Menuntut Pembaruan Metodologi Tafsir
A
A
A

JAKARTA  — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut, bahwa tantangan era post truth menuntut pembaruan metodologi tafsir agar tetap relevan menjawab kompleksitas zaman. Hal itu diungkapkannya saat membuka Ijtimak Ulama Tafsir Alquran di Jakarta.

‘’Dulu kebenaran mudah dirujuk, apa kata Alquran, apa kata Alkitab, atau apa kata ulama. Namun kini, kekuatan media dan politik dapat menenggelamkan kebenaran sejati,” ujarnya di Jakarta, dikutip Kamis (20/11/2025).

Nasaruddin juga  mengkritik kecenderungan metode deduktif dalam penafsiran (dari langit ke bumi). Dia juga mendorong penggunaan pendekatan induktif (dari bumi ke langit). Pendekatan ini mengedepankan upaya membaca realitas sosial terlebih dahulu sebelum dikonfirmasi pada teks suci.

“Alquran dimulai dengan Iqra’ bismi rabbik. Iqra’ itu induktif, bismi rabbik itu deduktif. Keduanya harus dipadukan,” jelasnya.

Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara rasio dan rasa dalam memahami ayat-ayat Alquran. Menurutnya, ada ayat yang dijelaskan melalui konsentrasi intelektual, tetapi ada pula yang hanya dapat dipahami melalui kontemplasi.

“Perkawinan rasio dan rasa itulah yang akan melahirkan tafsir yang membumi dan menyentuh dimensi batin manusia,”ujarnya.

 

Nasaruddin menegaskan, bahwa karya tafsir yang disusun Kemenag harus menjadi tafsir negara dan tafsir Indonesia. Yaitu, tafsir yang mengintegrasikan antropologi, budaya, dan konteks keindonesiaan.

Oleh karena itu dia berharap Ijtimak Ulama Tafsir dapat melahirkan pandangan yang mencerahkan dan kritik konstruktif, sehingga tafsir yang dihasilkan semakin memantulkan wajah Islam yang penuh kasih.

“Setiap bangsa memiliki culture right dalam memahami Alquran, dan itu diakui dalam tradisi tafsir. Karena itu, kita perlu memasukkan perspektif budaya dan sosiologi dalam penyusunan tafsir,” pungkasnya.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement