JAKARTA – Aktivis 98 Faizal Assegaf menyampaikan dukungannya terhadap Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin Jimly Asshiddiqie untuk memediasi sengketa hukum yang bernuansa politik. Dia berharap ada pendekatan dialog dan memastikan proses hukum berjalan secara adil serta transparan.
Menurutnya, kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo, telah memicu ketegangan sosial. Faizal menekankan bahwa pernyataannya sekadar merespons dinamika politik dan bukan menetapkan kebenaran dari tuduhan tersebut.
“Kami mendorong Tim Percepatan Reformasi Polri membuka ruang mediasi agar penegakan hukum tidak ditunggangi dendam politik,” ujarnya dalam diskusi publik di Kantor Sinergi Konstruktif (Sinkos), dikutip, Sabtu (22/11/2025).
Faizal merujuk pada keputusan penyidik yang tidak menahan Roy Suryo, dr Tifauzia Tyassuma, dan Rismon Sianipar dalam proses hukum terkait isu tersebut.
Menurut dia, langkah itu menunjukkan adanya ruang dialog untuk mengevaluasi status hukum para tersangka.
“Bukan berarti ada mediasi antara pihak pengacara Roy Suryo dkk. dan Pak Jokowi, yang kami dorong adalah ruang bagi Tim Reformasi Polri untuk mengevaluasi penetapan tersangka jika memang memungkinkan,” tegasnya.
Disisi lain, dia juga menolak wacana menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri. Karena dinilai berpotensi membuka ruang intervensi politik yang justru melemahkan independensi kepolisian.
“Jabatan Kapolri tetap di bawah Presiden. Sama halnya dengan Panglima TNI. Tidak ada pandangan saya yang menyatakan bahwa Polri berada di bawah kementerian tertentu,”ujarnya.