JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), tak kunjung selesai. Hal ini mengingat KPK masih mengusut dugaan perkara rasuah yang menjerat SYL.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan perkara TPPU SYL awalnya berkaitan dengan perkara pokok pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, belakangan KPK juga menyidik perkara lain di lingkungan Kementan.
"Awalnya kita TPPU-kan itu dari predikat crime, yang perkara yang awal, kan ada pemerasan ya, jual beli jabatan, kemudian juga yang lainnya, itu perkara awalnya. Tetapi, kemudian ada beberapa perkara di Kementerian Pertanian yang muncul belakangan," kata Asep, Senin (24/11/3025).
Perkara-perkara korupsi lain yang diduga turut menyeret SYL di antaranya pengadaan mesin X-Ray dan pengadaan asam formiat (asam semut) untuk kebutuhan karet. KPK juga akan menelusuri dugaan TPPU di dua perkara tersebut.
Asep menjelaskan hal ini agar seluruh pengungkapan TPPU ini tuntas. Dengan demikian, KPK akan langsung membacakan dakwaan terkait TPPU SYL di seluruh kasus korupsi yang menjeratnya.
"Jadi perkara-perkara kemudian juga ada X-ray ya, itu kita tunggu kan di situ, biar semuanya. Karena tentunya juga ada aliran uang dari perkara-perkara tersebut, ya dugaan kami ya, kepada saudara SYL," tutur Asep.
"Dan itu harus sekaligus kita dakwaan. Itu mengapa untuk TPPU-nya menjadi perlu waktu tambahan seperti itu ya," ucapnya.
Sebagai informasi, sejauh ini SYL baru diadili atas perkara pemerasan di lingkungan Kementan. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis SYL 10 tahun penjara atas kasus pemerasan dan gratifikasi saat menjabat sebagai Menteri Pertanian.
Putusan itu diperberat di Tingkat Pengadilan Tinggi Jakarta. Saat itu majelis hakim menambahkan vonis penjara SYL menjadi 12 tahun. SYL sempat melakukan upaya hukum kasasi, meski upayanya itu ditolak.
Dalam pokok perkara, SYL dinilai terbukti melakukan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan. SYL melakukan tindak pidana itu bersama dua anak buahnya Kasdi Subagyono selaku Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta selaku Direktu Alat dan Mesin Pertanian Kementan.
SYL pada 2020 memerintahkan keduanya mengumpulkan uang dari hasil patungan. Uang itu dikumpulkan dari para pejabat eselon I Kementerian Pertanian seperti Dirjen, Kepala Badan hingga sekretaris eselon I.
Nilai uang yang dipungut berkisar dari USD4.000-10.000 dan SYL juga disebut meminta jatah 20% dari anggaran masing-masing Sekretariat, Direktorat dan Badan di Kementan. Dalam persidangan juga terungkap bahwa SYL melakukan pemerasan.
Saat ini, Syahrul Yasin Limpo menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, setelah divonis 12 tahun penjara dalam perkara pemerasan dan gratifikasi di Kementan. Selain hukuman penjara, SYL dijatuhi denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp44.269.777.204 dan US$30.000, subsider lima tahun penjara.
Kasus TPPU yang menjerat SYL saat ini masih dalam tahap penyidikan. Berdasarkan keterangan terakhir mantan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, nilai dugaan TPPU tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp60 miliar.
“Kemudian menjadi substansi pokok perkara gratifikasi dan TPPU kurang lebih sekitar Rp60-an miliar,” kata Ali kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
(Erha Aprili Ramadhoni)